Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Ahok Vs DPRD Berujung KPK Vs Polri Lagi?

7 Maret 2015   00:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:03 373 2
Kisruh anggaran siluman antara Ahok dan DPRD telah bergeser dari persoalan politik ke hukum. Setelah konsultasi dengan Presiden Jokowi, Ahok melaporkan dugaan korupsi pada APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2012-2014 ke KPK.

Berada di ranah hukum, keanehan pun mencuat. Laporan Ahok ke KPK, ternyata yang bergerak melakukan pengusutan adalah Polri. Secara mendadak, Polda Metro Jaya secara melakukan penyelidikan dengan memanggil beberapa pihak yang terkait dengan pengadaan UPS pada APBD 2014.

Sedangkan, Ahok mengatakan tidak pernah melapor ke Polda. Dasar melakukan penyelidikan versi pihak Polda karena ada laporan masyarakat serta berdasarkan pemberitaan media. Suatu sikap yang menimbulkan tanda tanya dan menarik untuk dinantikan kelanjutannya.

Soalnya bukan pertama kali, kasus yang diusut KPK tumpang tindih dengan pengusutan yang dilakukan Polri. Yang sangat familiar adalah kasus korupsi Simulator SIM di Polri. Polri bergerak setelah mengetahui KPK membidik kasus tersebut. Hasilnya, pengusutan penyidik KPK dan Bareskrim Polri berbeda dalam menetapkan tersangka kasus tersebut.

Di Polri, tersangka kasus itu hanya membidik pelaksana kegiatan sedangkan KPK membidik 'elite' Polri yakni Djoko Susilo. 'Rebutan' penanganan kasus itu berujung pada kisruh KPK vs Polri yang dikenal dengan kriminalisasi penyidik KPK, Novel Baswedan. Hingga akhirnya, Presiden SBY turun tangan dan 'menunjuk' KPK yang menangani kasus tersebut.

Selain itu, perbedaan hasil pengusutan Polri dan KPK juga terjadi dalam kasus rekening gendut. Dalam pengusutan Bareskrim Polri, Budi Gunawan (BG) dinyatakan clear and clean. Namun, saat kasus itu ditangani KPK, BG ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi, walau akhirnya status tersangka dibatalkan lewat putusan kontroversial Hakim Sarpin Rizaldi lewat praperadilan.

Sekarang rebutan kasus dugaan korupsi pengadaan UPS di APBD DKI 2014 memiliki peluang yang sama untuk memicu kisruh KPK versus Polri. Walaupun KPK lewat Plt pimpinan Johan Budi mengatakan tidak masalah, karena KPK mengusut secara keseluruhan dari penyimpangan APBD 2012 hingga APBD 2014.

Pertanyaannya, mengapa Polda bergerak cepat mengusut kasus itu setelah Ahok melapor ke KPK? Apakah kasus pengadaan UPS juga melibatkan petinggi Polri atau Polda Metro Jaya? Adakah pengaruh pengusaha atau oknum DPRD sehingga polisi terkesan buru-buru menangani kasus tersebut?

Berbagai pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Walau peluang publik memperoleh jawaban itu mulai menipis seiring dengan diragukannya komitmen Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi. Pegiat anti korupsi mulai apatis dengan Jokowi dalam memerangi korupsi.

Bahkan melemahnya kinerja KPK setelah Jokowi menunjuk Taufiqurrahman Ruki sebagai Plt Ketua KPK disebut karena ada agenda tersembunyi dari Jokowi dan Parpol pengusungnya. Sejumlah kejanggalan terjadi dalam proses Jokowi menetapkan Ruki dan setelah Ruki menjadi Ketua KPK, sejumlah kebijakan KPK juga mendapat sorotan publik, hingga protes dari internal KPK itu sendiri.

Harapan publik kepada Jokowi, KPK dan Polri dalam pemberantasan korupsi boleh luntur. Namun, publik masih berharap pada peran pers dalam menguak bobrok korupsi di negeri ini. Walaupun kenyataannya, beberapa media sudah dilaporkan ke polisi karena pemberitaannya.

Beranikah insan pers? Atau pers memilih 'menyelamatkan diri' dengan masuk ke lingkaran eksekutif, legislatif dan yudikatif? Bagaimanakah komitmen Jokowi pada pemberantasan korupsi?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun