Kondisi ini mengingatkan pada situasi jelang pengesahan RUU Pilkada melalui DPRD beberapa waktu lalu. Ketika itu, partai-partai KMP menyatakan ketegasan akan mengubah Pilkada langsung menjadi Pilkada melalui DPRD, tapi Demokrat dan SBY membuat pernyataan mendukung Pilkada langsung dengan syarat. Belakangan diketahui 10 syarat perbaikan Pilkada langsung merupakan bagian skenario politik.
Sebuah skenario 'cantik' yang tidak terbaca oleh PDIP dan partai-partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang melambungkan pujian untuk Demokrat dan SBY. Sampai ketika paripurna pengesahan, PDIP dan KIH menyadari telah 'dipermainkan'. Akhirnya Demokrat dan SBY memuluskan langkah KMP untuk mengembalikan Pilkada melalui DPRD.
Permainan politik yang 'cantik' seperti itu selalu menghadirkan kepuasaan bagi politisi, sama seperti kepuasan KMP ketika berhasil merevisi UU MD3 dan Tata Tertib (Tatib) pemilihan pimpinan DPR. Namun, bagi rakyat, permainan politik seperti itu merupakan pembohongan publik sehingga menimbulkan cercaan untuk SBY dan Demokrat.
Tapi, kekecewaan publik itu sangat mudah diatasi oleh SBY. Diujung kepemimpinannya, SBY kembali menyuguhkan skenario 'cantik' dengan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan UU Pilkada. Publik pun terdiam, sedangkan Perppu itu masih berpeluang tidak bisa diberlakukan. Perppu harus melalui mekanisme pengesahan DPR yang nantinya akan menimbulkan persoalan baru di DPR.
Begitu juga dalam hak interpelasi DPR, SBY bersama Partai Demokrat berpeluang merilis drama baru. Melihat pernyataan politik SBY dan Demokrat, skenario drama RUU Pilkada bisa terulang. Berikut pernyataan dan sikap politik SBY dan Demokrat yang bisa menghadirkan drama SBY jilid II.
1. SBY Minta Kader Dukung Jokowi-JK.
Beberapa waktu lalu, setelah Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM, SBY mengumpulkan politisi Demokrat di kediamannya, Puri Cikeas. Pernyataan politik SBY yang dipublikasikan melalui media yakni SBY meminta kader Demokrat untuk mendukung program pemerintahan Jokowi-JK yang pro rakyat. Demokrat juga meyakinkan publik kalau partai ini tidak ikut-ikutan dengan KMP untuk menjegal Jokowi-JK.
"Kita sebagai kader diminta mensupport program pemerintahan Jokowi yang pro terhadap rakyat. Tentunya kita diwajibkan untuk mendukungnya," kata Ketua DPP Partai Demokrat Umar Arsal dalam keterangan tertulis, Jumat (14/11/2014). "Disisi lain pemerintah tidak usah khawatir dengan adanya pemikiran untuk menjatuhkan presiden ditengah jalan," tambah Umar.(detik.com)
Pernyataan ini, seperti sikap SBY mendukung Pilkada langsung jelang pengesahan RUU Pilkada. Bedanya, ketika itu SBY yang menyampaikan langsung melalui youtube.
2. Berbeda Sikap dengan KMP
Politisi Demokrat di senayan pun memainkan 'perannya'. Ketika KMP menggalang dukungan hak interpelasi, Demokrat tidak ikut-ikutan. Walau tidak tandatangan, bukan berarti Demokrat bulat menolak pengajuan hak interpelasi. Sebagian politisi Demokrat membuat pernyataan mendukung interpelasi.
"Sejauh ini belum ada anggota yang ikut tanda tangan, tapi pada prinsipnya setuju interpelasi," kata anggota DPR Fraksi Demokrat, Khatibul Umam Wiranu melalui pesan singkatnya kepada Tempo, Selasa, 25 November 2014. (tempo.co)
Kondisi berbeda pendapat di kalangan politisi Demokrat ini juga terjadi saat RUU Pilkada. Ketika itu, Demokrat dijanjikan KMP untuk posisi ketua MPR, namun pada akhirnya Demokrat mendapatkan dua posisi yakni Wakil ketua DPR dan Wakil Ketua MPR. Akibatnya, PPP yang ketika itu bagian dari KMP tidak dapat posisi di DPR dan juga gagal mendapatkan pimpinan MPR saat merapat ke koalisi pendukung pemerintah.
3. Celah Untuk Skenario
Jika pada RUU Pilkada, skenario Demokrat melalui 10 syarat Pilkada yang sangat sempurna, dalam hak interpelasi Demokrat memilih hak bertanya dan menyatakan pendapat sebagai celah skenarionya. Dengan hak bertanya, tentunya publik melihat langkah Demokrat ini tidak 'seradikal' KMP yang bisa dibaca sebagai upaya menjegal atau bahkan melengserkan Jokowi.
Tetapi, sebagai celah skenario, hak bertanya partai Demokrat tetap berpeluang ke interpelasi. Seperti yang pernah dikatakan Wakil Ketua DPR dari Demokrat Agus Hermanto kepada media beberapa waktu lalu. Agus mengatakan jika pemerintah melalui rapat dengar pendapat menjelaskan dengan logis dan dapat diterima, maka Demokrat tak melanjutkan penggunaan hak lain.(tempo.co)
Sebagai partai yang lama di pemerintahan, Demokrat bisa mengajukan pertanyaan yang bernuansa politis dengan membandingkan kebijakan BBM pada masa SBY. Diprediksi, pertanyaan akan dikaitkan dengan turunnya harga minyak dunia saat ini dan dibandingkan dengan SBY yang mengeluarkan kebijakan menurunkan harga BBM subsidi, saat harga minyak dunia turun.
Selanjutnya, apapun jawaban pemerintah diskenariokan untuk ditolak, apabila permintaan Demokrat tidak dipenuhi pemerintah. Situasi ini, Demokrat atau SBY melakukan lobi politik atau juga menunggu 'penawaran' dari pemerintah atau Megawati. Kondisi ini, pernah terjadi dalam skenario pengesahan RUU Pilkada, namun komunikasi SBY dan Megawati gagal terjadi.
Dan jika, permintaan Demokrat dan SBY ditolak, maka skenario selanjutnya, Demokrat bergabung dengan KMP melakukan interpelasi. Jika dengan interpelasi terbuka peluang pemakzulan, maka Demokrat akan memuluskan KMP untuk melengserkan Jokowi. Tentunya, Demokrat juga harus mendapatkan 'keuntungan' dari KMP atas dukungannya.
Seperti sinetron atau film, setiap cerita menarik dan menyedot penonton akan disuguhi dengan episode lanjutan atau sekuel. Kesuksesan 'drama RUU Pilkada' yang membuat SBY dianugerahi penghargaan 'Bapak Anti Demokrasi' tentunya memotivasi SBY untuk menyusun skenario menarik lainnya dan menyajikannya untuk rakyat Indonesia.