Sekarang yang paling menggelitik menantikan lanjutan perpecahan dan dualisme di Partai Golkar. Kubu Ical vs kubu Agung Laksono cs. Diketahui Agung telah membentuk presidium penyelamat partai dan memecat duet kepemimpinan Ical dan Idrus Marham (sekjen). Agung cs juga mengagendakan Munas 'tandingan' pada Januari 2015.
Adu strategi dan skenario telah dipertontonkan kedua kubu sejak memanasnya bursa calon ketum Golkar sebulan yang lalu. Ical yang diskenariokan terpilih lagi berusaha dijegal oleh caketum lain yakni Agung Laksono, Airlangga Hartarto, MS Hidayat, Zainuddin Amali, Priyo Budi Santoso, Hajriyanto Thohari dan Agus Gumiwang Kartasasmita.
Berikut tahapan strategi atau skenario saling jegal kubu Ical vs Agung Laksono.
Berebut Legitimasi
Perpecahan dalam politik ujung-ujungnya berebut legitiminasi. Kedua kubu sudah memiliki strategi masing-masing. Kubu Ical yang telah 'mengikat' suara DPD se-Indonesia langsung ingin mempercepat Munas. Mengacu pada putusan Munas 2009, Munas IX semestinya digelar tahun 2015. Untuk menutup 'celah' itu, Ical memaksakan Munas pada 30 November melalui rapat pleno DPP pada 25 November lalu.
Kubu Agung langsung menjegal dengan menciptakan kericuhan massa AMPG. Namun, Agung kecolongan. Dengan keputusan sepihak, kubu Ical berhasil 'mengesahkan' Munas IX melalui ketuk palu pleno. Ibarat pertandingan sepakbola, gol tercipta dalam sebuah kemelut di mulut gawang. Kubu Ical memimpin unggul sementara!
Agung langsung bereaksi. Dia menilai 'gol' itu tidak sah karena rapat tidak demokratis bertentangan dengan AD/ART partai Golkar. Alhasil, Agung membentuk Presidium Penyelamat Partai dan memecat Ical serta 'mengambil alih' DPP. 'Perubahan' struktur partai langsung dilaporkan ke Menkumham.
Kejadian ini akan menjadi 'bahan' perebutan legitimasi selanjutnya. Kubu Agung bersikukuh Munas Bali tidak sah karena tidak sesuai putusan Munas 2014. Ical yang menang aklamasi di Bali juga tidak sah, karena sudah dipecat presidium penyelamat partai. Sedangkan Kubu Ical juga bersikukuh pembentukan presidium penyelamat partai tidak sesuai AD/ART.
Jegal Menjegal Munas.
Setelah merasa unggul di pleno DPP yang 'berhasil' memutuskan Munas pada 30 November, kubu Ical langsung menggelar Munas di Bali. Pemilihan Bali bukan tanpa perhitungan. Ini strategi Ical agar tidak 'diserang' kubu Agung. Sebagai tempat wisata, pemerintah akan 'habis-habisan' menjaga keamanan Bali. Strategi ical ini pernah saya tulis di www.politik.kompasiana.com/2014/12/01/strategi-lumpur-lapindo-di-munas-golkar-689606.html
Akhirnya kubu Agung gagal menjegal Munas Bali. Sedangkan kubu Ical mengukuhkan kekuatannya dengan skenario aklamasi 'licik' yang disusun Nurdin Halid. Ical juga memamerkan dukungan kader Golkar atas Munas Bali dengan mayoritas kehadiran DPD se-Indonesia di Nusa Dua, Bali.
Gagal menjegal Ical di Munas Bali, Agung telah menyiapkan strategi lanjutan. Munas tandingan akan digelar Januari 2015 mendatang. Untuk 'memikat' DPD untuk hadir, Agung menjanjikan Munas dilakukan secara demokratis.
Kubu Ical, tidak tinggal diam. Strategi menjegal Munas tandingan sudah dipersiapkan. Dalam Munas Bali, Ical memecat Agung cs.
Ical juga 'memastikan' DPD tidak akan hadir di Munas tandingan. Dalam Munas Bali, Ical telah 'mengunci' DPD dengan keputusan membekukan DPD yang hadir ke Munas tandingan. Pembekuan DPD tentu lebih efektif dari ancaman pemecatan karena pembekuan mencakup semua pengurus DPD. Sehingga dengan sendirinya kontrol dan polemik pro kontra menghadiri Munas tandingan terjadi di jajaran pengurus DPD.
Berebut Dukungan Tokoh dan Ormas
Selain kekuatan finansial, Ical juga menggandeng Akbar Tandjung. Mantan ketua umum ini memiliki pengaruh yang kuat di Golkar dari pengurus pusat hingga daerah. Ical telah 'mengikat' Akbar dengan kembali menjadikannya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan di Munas Bali. Ormas AMPG juga telah telah mendukung Ical.
Di sisi lain kubu Agung terlihat kurang solid. MS Hidayat yang semula berada di kubu Agung telah menyeberang ke Ical. Demikian juga Hajriyanto dan Airlangga yang ikut Munas Bali ada kemungkinan merapat ke Ical. Walau ada kemungkinan dua orang ini susupan kubu Agung Laksono.
Kekuatan Agung berada pada dukungan ormas pendiri partai Golkar Kosgoro 1957, MKGR, dan SOKSI serta pendiri Golkar, Suhardiman. Jajaran DPD II Golkar juga banyak yang mendukung Agung, namun di Munas Bali, Ical telah mengancam membekukan kepengurusan jika hadir di Munas tandingan.
Sia-siakah Perlawanan Agung cs?
Melihat strategi yang dijalankan saat ini, kubu Ical lebih efektif mengunci manuver kubu Agung. Walau secara 'licik', strategi Ical tetap tidak melawan konstitusi (walau cenderung mengakali aturan) dan melibatkan seluruh pengurus Golkar. Dengan kekuatan uang, tentunya strategi sesulit apapun bisa dijalankan. Sudah menjadi rahasia umum kekuatan uang yang dimiliki Ical. Seperti kentut, tidak terlihat namun bau uang itu jelas tercium.
Sementara Agung? Yang dijanjikan 'hanya' Golkar yang demokratis dan bergabung ke pemerintahan Jokowi-JK. Dengan gaya kepemimpinan Jokowi saat ini, tentunya berada di pemerintahan tidak menjanjikan untuk menghasilkan uang.
Pertanyaan saat ini, sia-siakah perlawanan Agung cs? Dengan kondisi sudah dipecat Golkar dan gagal mengambil alih Golkar, tentunya perlawanan Agung telah sia-sia. Jadi, tepatnya bukan 'sia-siakah' melainkan 'sia-sialah'. Tapi, 'pesta' belum usai. Semua kemungkinan masih terjadi dalam politik.