Kejaksaan Agung telah diisi kader Nasdem, HM Prasetyo. Polri lambat laun akan diisi orang PDIP, baik itu Budi Gunawan, Budi Waseso atau 'budi-budi' yang lain itu soal gampang karena wewenang Kapolri ada ditangan Jokowi selaku presiden 'petugas' PDIP.
Yang cukup 'menantang' bagi PDIP dan KIH 'menguasai' KPK, karena konstitusi mengatur KPK tidak berada dibawah presiden. Tapi, selaku penguasa, selalu ada jalan untuk bisa menguasai KPK. Dan jika Jokowi tidak 'berkhianat' sebentar lagi KPK akan berada dalam 'kendali' PDIP dan KIH.
Skenario awal menguasai KPK cukup sukses dijalankan, walau sempat menimbulkan riak-riak kecil. Polri yang 'ditugaskan' untuk 'menghabisi' pimpinan KPK selangkah lagi akan menyelesaikan misinya. Secara hukum, empat pimpinan KPK dipastikan segera tamat.
Tugas penggalangan opini publik yang dijalankan Hasto Krisyanto juga cukup berhasil. Berbagai 'serangan' yang 'ditembakan' ke Abraham Samad terutama soal moral, telah sukses mengurangi simpati masyarakat kepada KPK.
Skenario selanjutnya akan lebih mudah. Seperti yang dibeberkan politisi PDIP yang menjabat Menteri Hukum dan HAM, Yasona H Laoly. Dikatakannya, saat semua pimpinan KPK ditetapkan tersangka oleh polisi, Jokowi akan memberhentikannya. Selanjutnya, Jokowi akan mengangkat pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK dengan menerbitkan Perppu.
Plt inilah celah PDIP dan KIH untuk mengambilalih KPK dengan menempatkan orang-orangnya sebagai Plt pimpinan KPK. Bahkan PDIP telah menyiapkan dua nama sebagai Plt KPK yakni Taufiqurrahman Ruki dan Tumpak Hatorangan, keduanya mantan pimpinan KPK.
Dua tokoh ini memang cukup tepat 'disusupkan' PDIP dan KIH ke KPK. Karena rekam jejak mereka cukup bagus sehingga publik tidak curiga mereka 'titipan' PDIP dan KIH. Memang saat menjabat ketua KPK periode 2003-2007, Taufiqurrahman Ruki sempat dinilai 'enggan' masuk ke kasus BLBI yang mengarah ke Megawati. Tapi tudingan itu tidak cukup alasan dan akan mudah dimentahkan.
Jabatan Plt memang hanya sementara sampai seleksi pimpinan KPK baru pada akhir 2015 mendatang, tapi sangat penting bagi PDIP dan KIH baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam waktu hampir setahun, PDIP dan KIH bisa 'mengendalikan' KPK baik untuk 'mengamankan' diri atau juga 'menggempur' lawan politik. Untuk jangka panjang, dengan kombinasi Polri dan Kejaksaan, bisa meloloskan 'orang-orang' PDIP dan KIH pada seleksi pimpinan KPK periode 2016-2020 serta menjegal orang 'anti' PDIP dan KIH.
Mulus tidaknya skenario PDIP dan KIH 'mengambilalih' KPK ini masih tergantung dengan sikap Presiden Jokowi selaku petugas partai. Karena terlihat Jokowi masih setengah hati menjalankan skenario PDIP dan KIH. Memang, sampai hari ini Jokowi masih jalankan skenario diatas, tapi disisi lain Jokowi seperti ingin 'melawan'.
'Perlawanan' Jokowi dengan menyusun skenario bersama Prabowo dan KMP yang sampai saat ini belum terbaca. Yang jelas, Jokowi terus menggalang opini publik melalui Safi'i Maarif dan orang-orang di lingkaran istana yang membuat PDIP gerah.
Berhasilkah skenario PDIP bersama KIH 'mengusai' KPK untuk memuluskan strategi politik hukum? Atau skenario ini malah berantakan karena 'pengkhianatan' Jokowi si petugas partai?