Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Jokowi Menampar BS?

22 Februari 2015   21:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:42 396 2
Pembatalan pelantikan Komjen Budi Gunawan (BG) masih menyisakan persoalan politik karena BG telah lolos seleksi komisi III DPR. Partai politik masih berpeluang 'menggoyang' keputusan Jokowi itu melalui petugas mereka di fraksi DPR.

Saat ini sikap resmi parpol belum jelas. Tapi dari pernyataan politiknya, sejumlah politisi parpol baik yang di KIH maupun KMP menyatakan mendukung keputusan Jokowi membatalkan pelantikan BG. Begitu juga PDIP yang mengusung pencalonan BG, kendati kecewa tetap menghormati hak prerogatif presiden.

Sama halnya dengan Partai Golkar, melalui juru bicara partai, Tantowi Yahya menyatakan mendukung keputusan Jokowi. Tapi sikap Golkar itu tidak sejalan dengan Bambang Soesatyo (BS). Anggota Komisi III DPR dari fraksi Golkar ini jauh-jauh hari sebelum Jokowi membatalkan BG, BS sudah berkoar menentang sikap Jokowi.

Beberapa hari sebelum Jokowi resmi membatalkan pelantikan BG, tepatnya hari Jumat (13/2/2015), BS menyampaikan sikapnya yang dengan mengirimkan pernyataan tertulis ke sejumlah media. BS menilai, jika Jokowi membatalkan BG maka presiden menampar muka DPR dua kali.

"Tamparan pertama adalah tindakan Presiden yang tidak melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri padahal Presiden sendiri yang meminta. Tamparan kedua, tindakan Presiden yang tiba-tiba mengajukan calon baru seolah-olah DPR hanya dianggap tukang stempel saja," katanya ketika itu.

Soal tampar menampar ala Jokowi ini, ternyata hanya BS yang merasakannya. Anggota DPR lain tidak merasa ditampar Jokowi. Seperti Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, menilai jika Jokowi membatalkan BG, maka Jokowi menampar muka sendiri. Karena sama artinya Presiden mengabaikan hak dan kewajibannya sebagai individu terkuat di Indonesia. "Dia sama saja menampar mukanya sendiri," kata Fahri Jumat (6/2).

Pada Rabu (18/2/2015) Jokowi membuat keputusan yang menampar BS dengan batalnya BG jadi Kapolri. Lalu apa reaksi BS? Bendahara Umum Golkar versi Munas Bali ini makin meradang. Dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (21/2), BS terus menggalang opini DPR ditampar Jokowi.

"BG kan sudah tidak jadi tersangka, sudah jadi orang merdeka. Jokowi menampar muka DPR dua kali. Ini contempt of parliament (menghina DPR)," kata BS yang dalam diskusi itu berkali-kali menyebut Jokowi telah menghina DPR.

BS juga mengeluarkan kata berbau hinaan untuk Jokowi. "Saya harap Jokowi itu seperti burung rajawali tapi ternyata burung kampret," katanya.

Layaknya orang yang sudah dipermalukan, BS yang merasa ditampar Jokowi ini mulai mencari-cari kesalahan Jokowi. Surat pemberitahuan Jokowi membatalkan BG ke DPR disertai pengajuan Komjen Badrodin Haiti yang hanya dua lembar dikritisi.

Lalu, apa bedanya dengan surat pengajuan BG yang hanya selembar namun tidak dipersoalkan bahkan disetujui DPR? BS menyebut waktu itu, DPR mencurigai Jokowi berharap DPR menolak BG yang diduga bukan pilihan Jokowi.

"Dugaan kami, Presiden nyilih (pinjam) tangan untuk menyingkirkan Budi Gunawan jadi Kapolri. Kita kompak tidak mau dimanfaatkan Presiden. Kita beri bola panas ke Presiden," kata BS.

Jadi, lolosnya BG di fit and propert tes di komisi III hanya jebakan politik DPR untuk Jokowi. Sesuatu yang lumrah terjadi dalam dunia politik yang penuh trik licik tapi berbungkus kepentingan rakyat. Sebuah realita politik yang tidak bisa dihindari.

Dan bukan tidak mungkin, sikap BS yang merasa ditampar Jokowi ini juga bagian dari strategi politik. Baik kepentingan politik dirinya atau juga kepentingan Partai Golkar. Tapi yang pastinya, bukan kepentingan rakyat, karena aspirasi publik sudah sangat jelas; BG jangan sampai jadi Kapolri karena terindikasi korupsi.

Bagaimana kelanjutan politik tampar menampar ini? Apakah BS ditampar sendirian? Atau BS bisa menggalang kekuatan politik di DPR untuk balas menampar Jokowi dengan menggeser persoalan politik ke hukum?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun