Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Kemacetan Berjam-jam di Pantura dan Hancurnya Jalan di Jalur Alternatif

22 April 2014   05:13 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22 654 2
Raut kelelahan dan kepasrahan menghiasi wajah-wajah para sopir truk yang antri berjam-jam di bawah teriknya sinar matahari siang hari, pada hari Rabu kemarin (16 April), di wilayah Pathok Besi. Mereka hanya bisa pasrah, sabar, dan nelongso, menghadapi kenyataan antrian panjang deretan kendaraan roda empat yang terhenti berjam-jam lamanya akibat perbaikan jembatan di Ciasem.

"Pak, mau kemana?", tanya sopir truk yang duduk sendirian di kabin truknya kepada saya. Saya sedang berdiri di depan truknya, di samping mobil yang saya naiki.

"Ke Jogja.", saya menjawab sambil berjalan mendekati truknya.

"Wah kemacetan ini makan waktu lama, pak. Sampeyan lebih baik memutar arah lalu lewat jalur Purwakarta saja. Saya hari Selasa kemarin (15 April) macet dari pukul 22.00 hingga Subuh, baru bisa jalan.", sopir itu memberi informasi tentang kemacetan yang mungkin akan memakan waktu berjam-jam. Ada kesungguh-sungguhan di wajahnya. "Makasih, pak. Nanti saya beritahukan ke adik saya yang menjadi sopir.".

Satu jam berlalu, kami hanya bergerak sejauh 600 meter, dalam tiga kali tarikan gas. Selanjutnya karena memang tidak ada kemajuan berarti, kami akhirnya memutar arah dan kembali memacu mobil ke arah Jakarta, setelah menempuh jarak sejauh kurang lebih 20 kilometer.

Kami lalu mencoba memasuki jalur Purwakarta - Subang - Majalengka - Kadipaten - Cirebon, atau 'jalur tengah', yang merupakan alternative menuju ke Jawa Tengah. Namun ternyata diluar dugaan kami, jalur yang saya lalui tersebut kini kondisinya sangat buruk. Kerusakan jalan terparah mulai terlihat di kota Subang hingga Majalengka. Sedangkan jalur utama Bandung - Sumedang yang menjadi muara jalur tengah hingga Cirebon kondisinya lumayan baik.

Jalur tengah sebagai alternative jalur Pantura yang biasanya sepi malam itu saat saya lalui situasinya sangat ramai. Semua kendaraan besar-kecil terpaksa harus melalui rute alternatif tersebut daripada terjebak kemacetan hingga berjam-jam. Permukaan jalan yang amblas, bergelombang-gelombang, hingga pengecoran separuh jalan pada beberapa ruas jalan di tengah hutan pohon Karet yang gelap-gulita di kawasan Cikamuran, Subang, membuat badan saya terasa pegal terpental-pental di jok mobil Terios, Daihatsu yang saya naiki. Beberapa kali adik saya mengerem dengan mendadak karena lubang di permukaan jalan yang curam mendadak baru terlihat di depan mata. Situasi semakin mencekam akibat hujan deras disertai petir pada saat Rabu malam, ketika saya lewat.

Hujan yang masih tetap turun pada bulan April ini semakin lama pasti akan semakin menghancurkan jalur alternative tersebut. Saya lihat kondisi jalan yang melewati tanah perbukitan di kawasan Subang dan Majalengka itu memang tidak mungkin kuat menahan beban kendaraan truk bermuatan pasir yang jumlahnya cukup banyak melewati jalan tersebut. Perbaikan berat harus dilakukan oleh jajaran PU Provinsi Jawa Barat untuk menghadapi Lebaran tiga bulan mendatang. Bila kondisi kerusakan parah itu tetap dibiarkan saja bukan mustahil pada saat Lebaran nanti antrian kemacetan akan semakin parah dan resiko kecelakaan akan semakin tinggi.

Kalender bulan Mei mendatang yang banyak memuat hari libur pasti akan menjadi uji coba untuk memperlihatkan tingkat kemacetan yang akan dihadapi saat lebaran mendatang. Namun untuk menghindari kekecewaan pemakai jalan yang telah membayar pajak pada negara, sebaiknya dibuatkan pengumuman yang ditempel digerbang tol Cikampek agar pada saat liburan panjang bulan Mei esok jangan melewati jalur tersebut.

Akan tetapi bila perbaikan jembatan Ciasem juga masih belum selesai, dianjurkan para pemakai jalan lebih baik menggunakan jalur selatan melewati Bandung, Tasikmalaya, Ciamis, dan Banjar. Meskipun jalur selatan juga mengandung resiko yang tinggi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun