Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Keimanan...

6 September 2010   06:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:25 148 0







Keimanan merupakan nikmat tertinggi yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Keimanan ibarat motor penggerak dalam diri manusia. Ia berfungsi untuk mengendalikan perkataan, perbuatan, gerak langkah hingga getaran hati. Malah lintasan-lintasan dalam diri seseorang juga sangat bergantung pada kemantapan dan ketegaran imannya. Bila terjadi sedikit kesenjangan dan pada iman maka akan menimbulkan kerosakan pada gerak langkah yang tercipta.

Keimanan yang berintikan lafaz La ilaha illallah, bukanlah kata-kata tanpa makna. Bukan pula janji kosong tanpa tindakan susulan. Kalimat ini merupakan pintu masuk ke dalam ‘bangunan’ Islam, yang membezakan muslim dengan ghairu nuslim (bukan Islam).

Kalimah ini mampu mempengaruhi kehidupan insan yang menghayatinya. Seseorang yang memahami kalimah ini secara benar dan bermuamalah dengannya akan dapat menempuh hidup ini penuh dengan perhitungan dan pertimbangan. Setiap gerak dan diamnya merupakan realisasi ikrar bagi kalimah yang telah diucapkannya. Inilah kalimat yang memberikan kekuatan, keteguhan, kesabaran, keberanian dan keyakinan yang dalam ketika meniti kehidupan.
Semua ini direalisasikan oleh generasi Islam pertama, generasi yang merupakan hasil tarbiyah Rasullulah SAW. , yang dipuji Allah dalam Al-Qur’an :

“Sesungguhnya Allah redha terhadap orang-orang yang beriman ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (QS. Al-Fath : 18 )

“Kamu adalah ummat yang terbaik yang ditampilkan kepada manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Al-Imran : 110)

Terdapat lima ciri keimanan yang ada pada generasi Al-Qur’an sehingga Allah memuji mereka :

Pertama : Sur’ah al-istijabullah

Sayyid Qutb dalam tafsir Fi zilalil Qur’an mengungkapkan , “Sur’ah al-istijabah adalah tindakan memenuhi fitrah yang bersih bagi memenuhi seruan dakwah yang haq dan lurus. Di sana ada indikasi kejujuran, kelapangan kobaran semangat, pengetahuan yang benar dan satu sambutan cetusan kalbu yang hebat atas kebenaran yang nyata.”

Di antara dasar utama wujudnya sur’ah istijabah adalah makrifah yang sahih tentang adanya Allah, Pencipta alam dan kehidupan. Dia telah menganugerahkan nikmat lahir dan batin kepada manusia. Dia juga yang menurunkan peraturan, hukum dan rencana hidup seluruh manusia. Makrifah seperti ini akan mewujudkan mahabbah yang sangat dalam terhadap Allah.

“Dan sebahagian manusia ada yang membuat tuhan-tuhan tandingan selain Allah. Mereka mencintai tuhan-tuhan tandingan itu sama seperti cintanya pada Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman sa ngat cinta kepada Allah. Dan sekiranya orang-orang zalim itu mengetahui saat mereka melihat azab. Sesungguhnya kekuatan itu milik Allah semuanya dan sesunguhnya Allah sangat keras siksanya.” (QS Al-Baqarah :165)

Kesegaran dan istijabutullah bergantung pada mahabbah. Semakin tinggi mahabbah seseorang kepada Allah, semakin segera pula ia menyambut seruan Allah. Mahabbah akan melahirkan ketaatan.

“Katakanlah : jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutlah aku. Niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali-Imran:31)

“Dan kami tidak mengutuskan seorang rasul,melainkan untuk ditaati seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya diri mereka datang padamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohom keampunan bagi mereka, tentulah mereka dapati Allah Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Maka demi tuhanmu mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
(QS. An-Nisa’:64-65)

Kisah pengharaman khamr. Anas bin Malik ra. berkata, “Kami tidak mempunyai khamr selain anggur yang kalian beri nama perahan anggur. Sesungguhnya aku memberi minum Abu Talhah, fulan dan fulan ketika seorang laki-laki datang, lalu ia berkata, “Adakah telah sampai berita kepada kalian?” Mereka bertanya, “Apakah itu?” Ia berkata, “Khamr diharamkan.” Mereka berkata, “Alirkanlah kendi itu wahai Anas!” Mereka tidak menanyakan tentang khamr dan tidak meminumnya lagi setelah berita dari lelaki itu.(HR Bukhari)

Kedua : Wajalu qulubu minallah

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gementarlah hati mereka apabila dibacakan ayat-ayatNya, bertambahlah keimanan mereka dan kepada Rabb mereka bertawakkal.”(QS Al-Anfaal:2)

Takut dapat menyelamatkan seseorang dari kemaksiatan. Bila rasa takut lebih menguasai diri manusia, ia mempengaruhi hatinya hingga tampak perubahan pada mimik muka, gementarnya badan dan air mata yang mengalir.

Orang yangtakut kepada Allah akan merasakan dirinya diawasi. Sentiasa berwaspada terhadap segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak Nya. Dan ia tidak merasa aman dari siksa Nya.
“Sesungguhnya orang mukmin itu melihat dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung, dia takut gunung itu jatuh ke atasnya. Dan sesungguhnya orang yang derhaka itu melihat dosanya seperti seekor lalat yang hinggap diatas hidungnya, lalu ia menghalau lalat itu”.(HR Bukhari)

Rasullullah SAW. pernah mendatangi para sahabat ra yang sedang bersenda gurau dan menegur mereka, “Andai kamu mengetahui apa yang ku ketahui, nescaya kamu sedikit ketawa dan banyak menangis.”

Ketiga :Tawakkal Ilallah

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberikannaya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya.” (QS At-Thalaq: 2-3)

Tawakal merupakan puncak kepasrahan dan penyerahan segala urusan kepada Allah Azza Wajalla. Tawakal akan hanya terbina setelah adanya tsiqah(kepercayaan) dan i’timad(ketergantungan) kepada Nya. Tidak ada daya upaya kecuali dari Nya.

Bertawakal bukan bererti meninggalkan ikhtiar. Allah telah memerintahkan hamba Nya untuk berikhtiar sebelum bertawakal. Ikhtiar merupakan manifestasi ketaatan kepada Allah, manakala tawakal pula berada dihati iaitu iman kepada Nya.

Yusuf bin Asbath pernah mengungkapkan, “Beramallah seperti beramalnya seseorang yang tidak mungkin selamat kecuali dengan amalnya. Bertawakallah seperti seseorang yang tidak mungkin tertimpa musibah kecuali apa-apa yang ditetapkan baginya.”

Teladan yang luhur jelas terganbar pada peribadi ibunda Siti Hajar, ketika ditinggal oleh Nabi Ibrahim AS bersama anaknya yang masih bayi. Lalu Siti Hajar mengikuti Nabi Ibrahim yang meninggalkan mereka dan bertanya, “Hai Ibrahim ke manakah kau akan pergi? Engkau tinggalkan kami dilembah yang tidak berpenghuni dan tidak ada apa-apa ?”

Berulang kali Siti Hajar mengajukan pertanyaan demikian sedangkan Ibrahim tidak sedikitpun menoleh kepadanya. Lalu dia bertanya lagi, “Apakah Allah memerintahkan engkau berbuat demikian ?” Ibrahim menjawab, “Ya”. Kemudian ibunda Siti Hajar berkata, “ Kalau begitu Dia tidak akan mensia -siakan kami.”

Keempat : Iftiranuhu bil ‘amalishshalih

Terdapat lebih dari 50 tempat dalam Al-Qur’an yang menghubungkan keimanan dengan amal soleh. Dalam erti kata lain keimanan mesti menghasilkan amalan. Adalah satu pendustaan jika keimanan seseorang tidak diiringi dengan amalan, dan bukan amal soleh apabila tidak berlandaskan keimanan. Islam adalah dien al ilmi wal’amal. Oleh kerana itu, manakala amal soleh bertambah, maka iman pun bertambah. Seorang alim pernah menyatakan :

“Iman itu berkurang dan bertambah, bertambah dengan ketaatan dan berkurang kerana kemaksiatan.”

Kelima : Mencintai mukmin

Cinta, kasih sayang dan persaudaraan merupakan kenyataan naluriah. Setiap manusia yang berada di mukabumi memerlukannya. Bagi seorang muslim, batas persaudaraan atau ukhuwah bukanlah terhenti setakat persamaan kepentingan, etnik dan batas geografi. Melainkan batas persaudaraan adalah seluas wilayah aqidah. Mereka bersaudara kerana Allah dan bermusuhan kerana Allah. Persamaan aqidah akan membawa pada persamaan pandangan hidup dan orientasi perjuangan. Oleh itu ukhwah akan kukuh dengan sendirinya.

Persaudaraan bukanlah suatu perkara yang boleh dibuat-buat, apatah lagi dipaksa. Tumbuh dan berkembangnya perasaan cinta dan kasih sayang di hati, kerana Allah mengikat hati orang-orang beriman dalam sebuah jalinan persaudaraan.

“Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah ketika kamu dulu bermusuh-musuhan maka Allah menjinakkan antara hatimu lalu jadilah kamu kerana nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (QS. Al-Imran:103)

“Dan yang mempersatukan hati-hati mereka : Walaupun engkau membelanjakan semua dibumi nescaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(QS. Al-Anfal:63)

Demikianlah tabiat ukhuwah. Ia merupakan hasil dari iltizam pada tali dienullah. Merealisasikan ukhuwah samalah seperti merealisasikan sifat-sifat keimanan. Tiada ukhuwah tanpa iman, demikian sebaliknya iman pasti menumbuhkan ukhuwah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dia berkata bahawa orang-orang Ansar berkata kepada Rasullullah SAW. “Ya Rasullullah, bahagikan kebun-kebun kami kepada orang-orang Muhajirin.”

“Tidak aku tidak akan bahagikan kepada mereka ,” jawab Nabi.

“Kalau demikian bantulah kami dalam bekerja agar kami dapat membantu mereka dalam membahagi hasilnya,"

“Saudara kamu Muhajirin itu adalah mereka yang keluar ke tempatmu dengan meninggalkan keluarga dan hartanya.”

“Kami akan memberikan kepada mereka kebun kami.”

“Apakah ada selain itu?” tanya Rasul.

“Ya Rasullullah, apakah yang engkau maksudkan?”

“Mereka datang dari Mekah dan mereka tidak pandai bercucuk tanam sepertimu. Oleh itu, bercucuk tanamlah kamu dan berikan kepada kaum Muhajirin sebahagian dari hasilnya.”

“Kami rela dengan keputusanmu, ya Rasullullah SAW,” Jawab kaum Ansar.

Proses ukhuwah yang diperlihatkan oleh kaum Muhajirin dan Ansar, sarat dengan berbagai pelajaran yang bermanfaat untuk keadaan kaum muslimin dewasa ini. Bagaimana mereka saling memuliakan dan saling menghormati, bahkan lebih mengutamakan kepentingan saudaranya (itsar) berbanding diri sendiri. Allah mengabdikan persaudaraan ini dalam kitab suci Nya :

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka (Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (QS. Al-Hasyr : 9)

Merealisasikan ciri-ciri keimanan merupakan tuntutan dari syahadah kita. Perlu perjuangan yang maksima. Juga tadhhiyah yang tidak sedikit. Harga syurga tidak semurah yang selama ini kita bayangkan…

all by  http://muslimeen00.multiply.com/item/share/muslimeen00:journal:4?xurl=http%3A%2F%2Fmuslimeen00.multiply.com%2Fjournal%2Fitem%2F4%2FCiri-ciri_keimanan_Yang_Mantap.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun