Lahir pada 23 Agustus 1945, Bastian Tito menunjukkan minat menulis sejak usia muda. Mulai dari kelas tiga SD, ia telah menggemari dunia tulis-menulis. Namun, baru pada tahun 1964 ia memulai karirnya sebagai penulis dengan membukukan karyanya. Salah satu karya paling berpengaruh dari Bastian adalah Wiro Sableng, yang diciptakan pada tahun 1967 setelah ia melakukan berbagai riset mendalam, termasuk mengunjungi candi-candi dan perguruan silat di Indonesia.
Perjalanan Penulisan Wiro Sableng
Bastian Tito menciptakan Wiro Sableng sebagai sosok superhero yang unik, penuh humor, namun juga sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal. Ide menciptakan tokoh ini terinspirasi dari pengalaman Bastian menerjemahkan novel-novel James Bond yang kental dengan karakter pahlawan yang memiliki kode etik. Begitu pula dengan Wiro Sableng yang memiliki kode angka 212, sebuah angka yang telah menjadi simbol ikonik dalam cerita pendekarnya.
Dalam proses penulisan setiap bukunya, Bastian dikenal sangat teliti. Sebelum menulis, ia melakukan riset yang memakan waktu hingga dua minggu. Hasil dari riset ini membawa kekayaan latar belakang budaya dan nuansa cerita yang begitu khas dalam setiap kisah Wiro Sableng. Bastian bahkan mampu menyelesaikan 2 hingga 3 buku Wiro Sableng dalam satu periode penulisan.
Hingga akhir hayatnya, ia telah menghasilkan 185 judul buku dalam serial Wiro Sableng. Empat di antaranya belum diterbitkan dan direncanakan untuk diadaptasi ke dalam film sebagai lanjutan dari kisah Wiro Sableng.
Kesuksesan Adaptasi Wiro Sableng ke Layar Kaca dan Layar Lebar
Kisah Wiro Sableng pertama kali diadaptasi ke layar lebar pada tahun 1988, dengan Tony Hidayat dan Atin Martino sebagai pemeran utamanya. Pada era 1990-an, kisah Wiro Sableng lebih populer ketika diangkat menjadi serial televisi dengan aktor Herning Sukendro (Kenken) dan Abhie Cancer sebagai pemeran utama.
Namun, keunikan lain dari kisah Wiro Sableng terjadi ketika Vino G. Bastian, putra bungsu Bastian Tito, memerankan karakter sang pendekar dalam adaptasi layar lebar yang dirilis pada tahun 2018. Hal ini memberikan ikatan emosional yang kuat antara karya legendaris Bastian Tito dengan generasi selanjutnya. Vino, yang kini dikenal sebagai salah satu aktor ternama Indonesia, berhasil membawa kembali sosok Wiro Sableng kepada generasi baru.
Karya-Karya Lain dari Bastian Tito
Selain Wiro Sableng, Bastian Tito juga menulis banyak karya lainnya, salah satunya adalah Kupu-Kupu Giok Ngarai Sianok, yang mengambil latar budaya Minangkabau. Karya lain yang tak kalah menarik adalah Boma Gendenk: Topan di Borobudur, di mana wajah Vino G. Bastian terpampang di sampul buku tersebut, menambah daya tarik pembaca untuk mengikuti kisahnya.
Sebagai seorang penulis, Bastian Tito memiliki gaya penulisan yang khas, dengan humor yang menghibur namun tetap memuat pesan-pesan mendalam. Selain menulis, Bastian juga aktif bekerja di sebuah perusahaan swasta dan memiliki gelar Master of Business Administration (MBA), yang menunjukkan bahwa dirinya tidak hanya berbakat di dunia sastra, namun juga memiliki keahlian di bidang bisnis.
Warisan dan Akhir Hidup Bastian Tito
Bastian Tito meninggal dunia pada 2 Januari 2006 di usia 60 tahun. Hingga akhir hidupnya, ia terus dikenang sebagai salah satu penulis terbesar di Indonesia, terutama karena kontribusinya dalam menciptakan tokoh yang abadi seperti Wiro Sableng. Pada tahun 2020, istrinya, Herna Debby, juga wafat dan dimakamkan satu liang lahat bersamanya di TPU Tanah Merah, Jakarta.
Karya-karya Bastian Tito, terutama Wiro Sableng, tetap hidup di hati para penggemarnya dan terus menginspirasi generasi baru penikmat sastra Indonesia. Keterlibatan putra bungsunya, Vino G. Bastian, dalam film Wiro Sableng menjadi bukti bahwa warisan Bastian Tito akan terus abadi di dunia seni peran dan sastra Indonesia. (bay)Â