Lebih lanjut lagi pada pasal 131 diatur bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain.
Dan bagi yang melanggarnya juga telah secara tegas sanksi hukumnya yang tertuang pada pasal 274 ayat 2 dimana setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi kelengkapan jalan dipidana dengan penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
Kemudian masih didukung lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan. Berdasarkan pasar 34 ayat 4 disebutkan, trotoar, hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.
Namun pada kenyataannya Trotoar sampai saat ini diberbagai tempat di Jakarta termasuk juga di seluruh Indonesia tetap saja banyak disalah gunakan oleh pemakai trotoar yang bukan haknya.
Seperti para pemotor misalnya, yang seringkali viral videonya karena dengan seenaknya melenggang kangkung tanpa rasa bersalah, menjadikan trotoar layaknya jalan raya, bahkan yang sering terlihat perilakunya bak pembalap disirkuit balap menguasai trotoar dengan begitu arogannya.
Kemudian saat ditegur oleh pejalan kaki yang berhak menggunakan trotoar malahan murka bagaikan seekor serigala kelaparan yang ingin menerkam mangsanya.
Seringkali yang dijadikan alasan adalah karena terburu-buru, padahal dengan alasan apapun pemotor sangat dilarang menggunakan Trotoar sebagai jalan raya. Sungguh boleh dikatakan perilaku pemotor yang merebut hak pejalan kaki sangat tak tahu diri, alangkah ironinya kalau begini?
Belum lagi polemik lainnya, keberadaan dan fungsi trotoar juga banyak dikuasi oleh para pedagang kaki lima yang dengan tanpa beban menguasai trotoar menjadi lapak dagangannya, memang dalam hal ini terkait mencari rezeki bukannya dilarang tapi, bukannya juga di benarkan dalam mencari rezeki tersebut harus merebut dan menguasai trotoar yang merupakan hak pejalan kaki.