Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Generasi Darurat Cabul

25 Mei 2016   11:34 Diperbarui: 26 Mei 2016   20:34 624 11
Pentingnya Pembentukan Karakter Sejak Usia Dini

Masa anak-anak merupakan masa yang begitu penting untuk meletakkan dasar-dasar kepribadian. Karena itu, kualitas pada pola-pola perkembangan masa anak adalah sangat penting. (Gunarsa, 2001)

Melihat maraknya aksi pencabulan yang dilakukan anak dibawah umur. Secara umum ada 2 penyebab yang begitu signifikan. Pertama, minimnya pembangunan pondasi nilai spiritual anak sejak usia dini. Nilai spiritual pada umunya didapatkan dari agama yang dianut. Kedua,minimnya pengenalan dan pembangunan nilai adat budaya (local wisdom). 

Penanaman nilai-nilai agama tentu akan membentuk karakter  yang berkualitas. Nilai-nilai agama yang tertanam akan membuat seorang anak kelak mampu mengatur hubungannya dengan sesamanya (rule relations) dan dengan TuhanNya.

Persoalannya sekarang adalah, penanaman nilai inilah yang saat ini sudah mulai luntur. Baik dalam pendidikan formal maupun non formal melalui keluarga dan masyarakat (lingkungan). Penanaman nilai-nilai spiritualitas dianggap kalah penting dibanding eksakta, ilmu tentang teknologi, dan lain sebagainya.

Agama belakangan ini sering hanya dijadikan sebagai atribut kehidupan yang berisi rutinitas dan formalitas. Tidak lagi dijadikan sebagai sekolah pembentukan karakter yang akan menuntun cara beperilaku yang baik dan berdampak baik terhadap sesama. Begitu juga halnya dengan penanaman nilai-nilai adat budaya lokal. Orang tua sudah jarang dan terkesan malas menanamkan nilai-nilai adat dan budaya yang luhur itu. Padahal, itu akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter seorang anak. 

Setiap adat dan budaya sudah pasti mengajarkan kebaikan. Adat yang sudah turun temurun itu akan mengajarkan sopan santun, etika dan nilai-nilai lainnya. Untuk beberapa suku termasuk suku Batak misalnya, berpegangan tangan dengan lawan jenis kelamin saja adalah hal yang pantang/tabu. Kecuali saudara atau sudah menikah. Sebaliknya, lewat adat budaya kita diajarkan untuk menjaga saudara/i kita masing-masing supaya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Dua benteng pertahanan; Spiritualitas yang bersumber dari agama dan adat budaya itulah yang sudah jebol. Oleh sebab itulah banyak kasus pemerkosaan terjadi. Bahkan anak-anak dibawah umur saat ini sudah menjadi pelaku pemerkosaan. Nilai agama sudah tidak kuat, adat budaya sudah tidak mengakar lagi. Maka dengan mudah segala pengaruh negatif masuk ke dalam kehidupan masyarakat khususnya anak-anak dibawah umur.

Selaku orang yang sadar akan pentingnya menyelamatkan generasi muda, kita tidak bisa hanya meratapi dan menjadi penonton. Atau hanya sekedar berkata 'turut prihatin'. Semua elemen masyarakat harus bahu membahu menyelamatkan generasi. Rumah adalah tempat yang paling tepat untuk memulai. Harus dimulai dari rumah untuk mendidik anak-anak dengan ajaran agama dan budaya yang kuat. 

Dikeluarga atau dirumah, sosok orang tua adalah figur paling tepat untuk dijadikan contoh, maka jadilah orang tua yang patut dicontoh oleh anak. Moral dan kejujuran harus ditempatkan diposisi terdepan. Dan itu harus dipercontohkan kepada anak secara terus menerus.

Setelah keluarga, sekolah menjadi media pembangunan diri yang kedua. Di sekolah anak-anak seharusnya tidak hanya hadir secara fisik, melainkan harus aktif dalam berbagai kegiatan yang telah dirancang dan diprogram sedemikian rupa. Kegiatan sosial misalnya. Atau estrakulikuler yang didalamnya ada permainan tim work. Dengan demikian anak-anak belajar saling mengasihi dan bekerja sama. Karena itu, disamping keluarga, sekolah memiliki peran yang sangat vital bagi perkembangan karakter anak.

Dilingkungan sekolah anak-anak akan dibina oleh seorang guru. Guru adalah pribadi yang memang sudah dilatih dan dipersiapkan secara khusus dalam bidang pendidikan. Mereka menguasai sejumlah pengetahuan khusus dan keterampilan yang bisa menjadi stimulus bagi perkembangan anak-anak lengkap dengan penguasaan metodologi pembelajarannya.

Dalam konteks perkembangan anak, hal tersebut merupakan salah satu sisi keunggulan guru dari pada orang-orang dewasa lain pada umumnya. Termasuk dari orang tua. Karenanya, lazimnya pengalaman interaksi pendidikan dengan guru di sekolah akan lebih bermakna bagi anak dari pada pengalaman interaksi dengan sembarang orang dewasa lainnya. Walaupun  biasanya sekolah itu cenderung dominan untuk perkembangan aspek intelektual dan kognisi  anak.

Sesuai dengan pendapat Bredekamp, bahwa sasaran kurikulum sekolah yang tepat itu adalah :
Pertama, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak dalam semua bidang perkembangan fisik, sosial, emosi dan intelektual guna membangun suatu fondasi untuk belajar sepanjang hayat;
Kedua,mengembangkan harga diri anak, rasa kompoten dan perasaan-perasaan positif terhadap belajar. 

Selain keluarga dan sekolah, yang terakhir masyarakat tempat anak – anak hidup dan bergaul juga berpengaruh terhadap karakter anak. Disana mereka bergaul,saling mengenal dan melihat orang – orang beperilaku. Perilaku disekitar biasanya akan  
Ter copy paste oleh anak-anak. Oleh sebab itu benarlah istilah yang mengatakan bahwa pergaulan yang buruk akan merusak kebiasaan yang baik. Intinya, lingkungan juga berpengaruh. 

Dewasa ini, anak-anak juga tidak akan terlepas dari kemajuan teknologi. Dari situlah sumber konten pornografi mereka dapatkan. Kebiasaan melihat konten pornografi diyakini menjadi salah satu pemicu maraknya pemerkosaan. Memang, perkembangan teknologi tidak akan bisa dihadang. Kita tidak akan pernah bisa menahan arus yang mengalir deras tersebut. Tetapi, kita bisa mengantisipasi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan. Salah satunya dengan pendampingan terhadap anak. 

Melihat kondisi sekarang, anak-anak perlu diawasi dalam mengoperasikan gadged, laptop dan alat komunikasi lainya. Bila perlu pengadaanya juga perlu ditahan, jika memang dipandang tidak begitu urgent. Orang tua harus semakin bijak dalam memenuhi kebutuhan anak.

Kemudian selain penanaman nilai spiritualitas dan adat budaya, pengenalan (pendidikan) terhadap seksualitas juga perlu disampaikan kepada anak. Ketika anak sudah berusia 12 tahun maka pembelajaran tentang seksualitas sudah boleh disampaikan. Pembelajaran boleh dilakukan oleh orang tua maupun guru disekolah. Dengan demikian seorang anak dapat memahami seksualitas dengan benar, tanpa harus belajar otodidak yang dapat berakibat salah kaprah, sehingga terjadi penyimpangan. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun