Seni mengkritik sudah menjadi hal yang umum di masyarakat kita, entah itu dari lawan politik, akademisi, pegiat sosial, bahkan sampai orang tak terasah dalam mengkritik pun dapat melakukan seni itu diberbagai 'medan' seperti diwarung kopi ataupun di pos ronda. Seni mengkritik tidak mengenal atribut pakaian, yang mengharuskan seseorang itu berdasi ataupun tidak, tetapi secara singkat, mengkritik/mengkritisi itu adalah hal yang 'sulit-sulit-mudah!'. Karena apa? karena, setiap orang itu bisa mengkritik, karena pada dasarnya setiap orang itu bisa setuju dan tidak setuju dengan sesuatu hal, entah dengan suatu alasan apapun, maka mengkritik adalah suatu hal ekspresif (naluriah) dari setiap diri manusia dalam memberikan respon terhadap sesuatu hal atau kejadian. Maka dikarenakan setiap orang bisa melakukannya, maka saya sebut, mengritik itu adalah suatu hal yang 'mudah'. Akan tetapi perlu diketahui, mengkritik itu perlu penguasaan materi, pemahaman kasus dan yang pasti 'kekritisan' dalam melihat ceruk 'kesalahan' alias bisa menganalisa suatu hal yang dianggap salah. Oleh karenanya, kedalaman ilmu/keahlian dan kemampuan analitik yang bagus sangat diperlukan untuk bisa 'pas' dipadankan dalam sebutan 'pengkritik/kritikus'. Hingga tak heran, kritikus film, kritikus politik, kritikus-juri ajang audisi penyanyi, adalah mereka orang-orang ahli yang tahu ceruk-ceruk ketidaksempurnaan dari apa yang dikritisinya, termasuk menganalisanya. Maka dalam hal ini saya sebut, mengkritik itu adalah 'sulit'. Namun jika anda, sahabat anda merasa memiliki kedalaman masalah terhadap isu yang anda kritik, tahu celah ketaksempurnaan yang ada dalam kerangka anda sedang menganalisanya, maka 'Selamat anda adalah seorang kritikus' (paling tidak jika anda PD untuk menyebut untuk diri anda sendiri).