Namun entah kenapa, sisa-sisa semalam masih mengendap, kemudian muncul di sela-sela waktu. Sekelebat bayangmu memagut syahdu, dengan tatapan berkaca-kaca padaku seakan tak kuasa menahan rindu.
Tak ada waktu bagiku untuk termangu, menikmati setiap lekuk senyummu padaku, tersebab waktu telah memaksaku untuk berjibaku. Hanya sajak-sajak kecil yang berusaha kunukilkan disaat kelengangan hari yang memberi ruang pertemuan antara dua rindu meski hanya sebatas angan, namun tak mengapa, biarlah sajak-sajak itu melafalkan bentuk dari kerumitan seekor rindu.
Kurasa tak akan cukup kata-kata menerjemahkan rasa yang kian bergelora seperti kobaran api, kepada segala yang ia jamah, meski seluruhnya hancur menjadi debu-debu kenangan. Biarlah kurangkum keanggunanmu kedalam tiap alinea, meski kadang aku terpenjara di relung hampa, sebab hanya itu yang bisa menuntaskan dahaga kerinduan yang berkepanjangan.