Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Pengembangan Kawasan Metropolitan Bandung: Sudahkah Melampaui Batasnya?

10 Juli 2013   10:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:45 1617 1

A.Pendahuluan

Daya dukung lingkungan hidup merupakan kemampuan lingkungan hidup yang memiliki batas tertentu untuk menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lain dengan tetap mempertahankan jumlah dan kualitas sumber dayanya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang harus didasarkan pada daya dukung lingkungannya. Dengan mempertahankan keseimbangan tersebut, maka kelangsungan hidup lingkungan beriringan dengan kelangsungan hidup manusia dapat berjalan dengan baik. Jika tidak dijaga dengan baik, maka akan terjadi penurunan daya dukung lingkungan, yaitu menurunnya kualitas lahan dan air. Penurunan daya dukung lahan ditandai dengan semakin banyaknya lahan kritis. Penurunan daya dukung air dapat diindikasikan dengan terancamnyaketersediaan air, penurunan kualitas air tanah, dan penurunan muka air tanah. Dampak turunan dari penurunan daya dukung lingkungan tersebut akan langsung dirasakan oleh manusia itu sendiri, antara lain bencana banjir, bencana longsor, dan sebagainya.

Tantangan terbesar yang harus dihadapi saat ini ialah mempertahankan nilai daya dukung lingkungan agar tidak melampaui batasnya, yaitu keseimbangan antara sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan manusia, maka akan semakin sulit untuk mempertahankan keseimbangan, keberlanjutan, dan ketersediaan sumber daya alam. Berdasarkan hasil kompilasi data dari Badan Pusat Statistik kota dan kabupaten setempat, penduduk di Kawasan Metropolitan Bandung meningkat sebesar 72,71% dari 1987 hingga 2011 (4.741.255 jiwa pada 1987 bertambah menjadi 8.188.529 jiwa pada 2011). Sumber daya air akan semakin berkurang dan kebutuhan manusia terhadap lahan terus meningkat seiringnya dengan perkembangan penduduk. Salah satu akibatnya adalah banyak terjadi alih fungsi lahan, yang seharusnya menjadi hutan dan kawasan lindung beralih untuk lahan budidaya. Lahan yang dimanfaatkan tidak sesuai fungsinya dan mengalami penurunan kualitas merupakan lahan kritis. Dalam kurun waktu 1994-2001 terjadi pengurangan hutan primer sebesar 1.545,7 ha,hutan sekunder sebesar 33.807,4 ha dan lahan sawah sebesar 12.478,7 ha,serta pertambahan luas kebun campuran sebesar 43251,2 ha (Citra Landsat, 1994 & 2001 dalam (West Java Province Metropolitan Development Management, 2005). Luas lahan kritis di Metropolitan Bandung yang merupakan Sub DAS Citarum Hulu pada tahun 2001 adalah sebesar 705.574,1 ha dengan rata-rata tingkat erosi sebesar 154,99 ton/ha(West Java Province Metropolitan Development Management, 2005).

Tulisan ini mencoba mengidentifikasi nilai dan status daya dukung lingkungan di Kawasan Metropolitan Bandung berdasarkan pendekatan yang dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu dari aspek ketersediaan lahan dan air yang dikonversikan menjadi daya tampung penduduk di kawasan tersebut. Nilai dan status daya dukung dihitung menggunakan proporsi hunian berimbang normatif (1:2:3) dan empiris (perbandingan pentahapan penduduk sejahtera). Sehingga dari hasil daya dukung tersebut dapat dilakukan proses alokasi penduduk di Kawasan Metropolitan Bandung sehingga penduduk yang tinggal di tiap kota/kabupaten tidak melampaui daya dukung lingkungannya. Bagian pertama menjelaskan mengenai dasar-dasar daya dukung lingkungan berupa konsep, pendekatan, dan standar pengukurannya. Pada bagian tersebut akan dihasilkan metode pengukuran daya dukung lingkungan yang akan digunakan pada penelitian ini. Bagian kedua dan ketiga menjelaskan perhitungan kebutuhan lahan dan penduduk serta ketersediaannya yang menjadi demand dan supply dalam perhitungan daya dukung lingkungan. Bagian terakhir memberi gagasan untuk menjawab tantangan menyeimbangkan nilai daya dukung lingkungan, yaitu mengenai rencana alokasi persebaran penduduk agar nilai dan status daya dukung lingkungan tiap kota/kabupaten yang ada di Kawasan Metropolitan Bandung tidak melampaui batas maksimalnya.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata dari segi ketersediaan lahan dan air di Kawasan Metropolitan Bandung secara keseluruhan (agregat) masih aman atau masih dapat menampung kegiatan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Namunjika dilihat per kota/kabupaten, lahan di Kota Bandung sudah tidak dapat menampung kegiatan manusia yang ada di dalamnya, Kota Cimahi masih dapat menampung namun sudah hampir mencapai batasnya. Maka itu diperlukan strategi distribusi dan alokasi penduduk yang tepat agar pertumbuhan penduduk masih tepat sesuai dengan daya dukung lingkungannya.

B.Konsep, Pendekatan, dan Standar Pengukuran Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008), daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan untuk mendapatkan hasil dan produk di suatu daerah dari sumber daya alam yang terbatas, dengan mempertahankan jumlah dan kualitas sumber dayanya. Lenzen dan Murray (2003) dalam Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008) menjelaskan bahwa kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia. Luas area untuk mendukung kehidupan manusia inilai yang disebut sebagai jejak ekologi (ecological footprint).

Ada beberapa pendekatan dalam menghitung daya dukung lingkungan, yaitu, ketersediaan lahan, air, dan udara dalam memenuhi kebutuhan manusia akan pangan, air, dan udara. Dalam tulisan ini, yang menjadi fokus adalah daya dukung lingkungan dari ketersediaan lahan. Nilai dan status daya dukung lahan diperoleh dari perbandingan antara ketersediaan lahan dan kebutuhan sumber daya alam (atau kebutuhan lahan oleh penduduk) – supply dibagi dengan demand. Data supply dan demand dari lahan dapat dikonversikan menjadi jumlah penduduk. Status daya dukung lingkungan dari nilai daya dukung yang didapat ialah sebagai berikut: (a) Bila π ≥ 2 artinya aman (sustain); (b) Bila 1 ≤ π < 2 artinya aman bersyarat (conditional sustain); (c) Bila π < 1 artinya tidak aman/terlampaui (overshoot).

Pendekatan yang digunakan untuk menghitung ketersediaan lahan yang potensial untuk dikembangkan adalah pendekatan yang disusun oleh Kementerian Perumahan Rakyat. Langkah-langkahnya adalah: (1) Membuat negative list pengembangan permukiman untuk mendapatkan ketersediaan luas lahan potensial yang dapat dikembangkan; dan (2) Mengkoversikan luas lahan potensial tersebut menjadi jumlah penduduk dengan mengalikannya dengan standar kepadatan penduduk berdasarkan proporsi segmentasi penduduk (standar kepadatan penduduk yang digunakan pada penelitian ini adalah standar yang terdapat pada SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan). Dari lahan potensial tersebut, akan ada dua jumlah penduduk yang didapatkan, pertama merupakan pertambahan jumlah penduduk dan kedua merupakan penduduk di lahan eksisting yang diintensifikasi. Penjumlahan dari kedua angka tersebut akan menghasilkan total daya tampung penduduk, atau jumlah maksimal penduduk yang dapat ditampung oleh suatu wilayah dengan lahan yang tersedia yang dapat dikategorikan per segmen penduduk.

Sedangkan langkah terakhir untuk mendapatkan nilai dan menentukan status daya dukung lingkungan adalah dengan menghitung kebutuhan atau demand dari lingkungan itu sendiri. Kebutuhan sumber daya dalam penelitian ini didefinisikan dalam bentuk jumlah penduduk, karena dengan menghitung jumlah penduduk, maka angka tersebut dapat dikonversikan untuk menghitung kebutuhan lahan. Menghitung kebutuhan penduduk dapat dilakukan dengan cara memproyeksikan jumlah tersebut untuk masa yang akan datang. Dalam tulisan ini, penduduk dan keluarga akan diproyeksikan hingga 20 tahun yang akan datang, yaitu 2033.

C.Daya Dukung Lahan di Kawasan Metropolitan Bandung

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun