HAN berfokus pada hubungan antara warga negara dan aparatur negara. Jika tidak dikelola dengan baik, dinamika relasi ini dapat menyebabkan konflik di masyarakat. Masalah dapat muncul karena kewenangan yang tidak sejalan dan aturan yang tidak jelas. Contoh nyata adalah perselisihan lahan antara penduduk dan perusahaan. Konflik sering kali disebabkan oleh prosedur perizinan yang tidak transparan dan kurangnya pengawasan dari lembaga pemerintah terkait.
Selain itu, ada perbedaan yang signifikan antara warga negara dan aparat negara. Warga negara seringkali berada dalam posisi yang lemah ketika terlibat sengketa karena mereka tidak dapat mengakses informasi, sumber daya, dan mekanisme hukum. Di sini, mewujudkan prinsip-prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), seperti transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas, sangat penting.
Sangat beruntung bahwa HAN menyediakan berbagai alat hukum yang dapat digunakan untuk mencegah dan menyelesaikan perselisihan di lingkungan masyarakat. Contohnya termasuk mekanisme pengaduan bagi warga negara yang dirugikan oleh keputusan administrasi negara dan jalur gugatan Tata Usaha Negara (TUN) untuk menguji keabsahan keputusan pemerintah. Lebih dari itu, prinsip-prinsip HAN juga menekankan pencegahan konflik melalui peningkatan regulasi, kinerja pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat.
Namun demikian, menjadikan HAN efektif dalam penyelesaian sengketa bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor yang harus diperhatikan, termasuk kurangnya kesadaran hukum masyarakat dan pemahaman hukum, lemahnya penegakan hukum, dan budaya birokrasi yang belum sepenuhnya berfokus pada pelayanan publik.
Oleh karena itu, diperlukan upaya sistematis dan berkelanjutan untuk meningkatkan peran HAN. Upaya ini dapat mencakup peningkatan kapasitas aparatur negara, reformasi birokrasi, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dan pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.