Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengembalikan hak konstitusional Khofifa Indar Parawansa dan Herman Suryadi Sumawireja akan berdampak signifikan terhadap hasil pilkada Jawa Timur. Peluang pasangan ini untuk menang cukup terbuka.
KPU Pusat yang akhirnya mengambil alih peran dan wewenang KPU Jatim telah mengesahkan pasangan Khofifah-Herman sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur. Nomor urut empat diberikan kepada mereka.
Sebelum gugatannya dikabulkan DKPP, Khofifah meyakini ada upaya sistematis menjegal dirinya. Jika benar demikian, sesungguhnya sang lawan pun tau betapa Khofifah memiliki kekuatan yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Sebagai pasangan petahana, Sukarwo dan Saifullah Yusuf jelas diuntungkan oleh banyak faktor. Kans mereka untuk lanjut ke periode kedua cukup terbuka. Tapi, raihan suara pasangan ini amat ditentukan juga siapa-siapa saja lawannya.
Peluang Pakde Karwo-Gus Ipul akan lebih besar manakala Khofifah tidak ambil bagian. Hasil pilkada 2008 bisa digunakan untuk mendapat gambaran betapa ketat persaingan keduanya. Kala itu, pasangan KarSa menang setelah hanya unggul 60.223 suara atau 0,4 persen dari Khofifah-Mujiono.
Kemenangan itu sulit diulangi KarSa. Jadi petahana tidak selalu enak. Publik akan mengevaluasi kinerjanya. Jika puas, akan dipilih kembali, sebaliknya jika tidak puas jangan harap bisa terpilih lagi. Nasib Fauzi Bowo dan Bibit Waluio bisa saja menular ke Sukarwo.
Pasangan Pakde Karwo-Gus Ipul memang didukung oleh banyak partai. Tapi, sekali lagi, belajarlah dari kegagalan Foke di Jakarta. Mesin partai tidak sepenuhnya bisa diandalkan, terutama ketika sosok kandidatnya sudah mendapat penilaian negatif.
Apabila DKPP tidak mengabulkan gugatan Khofifah, saya tetap meragukan Pakde Karwo akan menang lagi. Opini publik sudah kadung terbentuk bahwa gubernur incumbent melakukan berbagai cara untuk menjegal Khofifah. Jika demikian, justru pasangan Bambang DH – Said Abdullah yang diuntungkan. PDIP terbukti piawai sekali mengolah isu perubahan dan mencitrakan kandidatnya sebagai antitesis dari incumbent.