Penantian panjang selama sembilan tahun usai sudah. Akhirnya ada lagi pebulutangkis Indonesia yang sukses meraih juara di All England. Adalah pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir yang mengakhiri puasa gelar tersebut. Pasangan ini merengkuh trofi juara setelah menang atas Thomas Laybourn/Kamilla Rytter Juhl, 21-17, 21-19.
Terakhir kali pebulutangkis Indonesia merebut gelar juara All Enland terjadi pada 2003. Kala itu, ganda putra Chandra Wijaya/Sigit Budiarto berjaya setelah mengalahkan Lee Dong-soo/Yoo Yong-sung. Di nomor ganda campuran sendiri, puasa gelar sudah terjadi lebih lama lagi. Tepatnya sejak Christian Hadinata/Imelda Wiguna menjuarai All England pada 1979, atau 33 tahun silam.
Tidak heran jika keberhasilan Tontowi/Lilyana ini menghadirkan kebahagiaan luar biasa, bukan hanya bagi mereka berdua, tapi juga untuk semua penggemar olahraga tepok bulu di tanah air. "Koh Christ (Christian Hadinata) pernah mengatakan bahwa ia berharap saya dan Tontowi dapat membawa kembali gelar yang ia raih bersama Imelda Wiguna pada 33 tahun lalu. Kali ini gelar tersebut bisa kembali, saya dan Tontowi merasa senang sekali mampu memberikan yang terbaik untuk Indonesia" kata Liliyana usai pertandingan seperti dikutip dari situs resmi PB PBSI.
Hasil ini sekaligus memupus penasaran Butet, sapaan akrab Lilyana. Maklum saja, sebelumnya ia sudah dua kali berhasil menembus final All England, yakni pada 2008 dan 2010. Pada kedua kesempatan tersebut ia berpasangan dengan Nova Widianto, dan harus mengakui keunggulan pasangan China walaupun pertandingan selalu berjalan tiga ketat.
Pada 2008, Nova/Butet kalah dari Zheng Bo/Gao Ling (China) lewat permainan tiga set, 21-18, 14-21, 9-21. Dua tahun berselang giliran Zhang Nan/Zhao Yunlei (China) yang memupus asa mereka, setelah melalui perjuangan berat dalam laga yang berkesudahan 18-21, 25-23, 18-21.
Tahun lalu, seiring dengan semakin bertambahnya usia Nova, PBSI mengambil keputusan berisiko dengan ‘menceraikan’ pasangan ini. Butet yang saat itu berusia 26 tahun dipasangkan dengan Tontowi Ahmad (25 tahun). Meski Tontowi kalah jauh dari segi pengalaman, tapi hal tersebut bisa tertutup dengan kematangan Butet. Perlahan tapi pasti pasangan ini mulai menunjukkan harapan.
Kans Emas di London?
Bulutangkis sejauh ini masih merupakan satu-satunya cabang olahraga yang bisa diharapkan menyumbang medali emas di Olimpiade. Setidaknya itu ditunjukkan dengan pencapaian para atlet bulutangkis kita di ajang multievent paling bergengsi itu.
Sejak Olimpade Barcelona 1992, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya selalu terdengar dan Sang Merah Putih berkibar di arena. Adalah para atlet bulutangkis kita yang bisa memberikan kebanggaan tersebut. Diawali oleh Alan Budikusuma dan Susy Susanti (pada Barcelona 1992), dilanjutkan Ricky Subagja/Rexy Mainaky (Atlanta 1996), Chandra Wijaya/Tony Gunawan (Sidney 2000), Taufik Hidayat (Athena 2004) dan Markis Kido/Hendra Setiawan (Beijing 2008).
Akankah tradisi itu dilanjutkan di Olimpiade London 2012? Kita semua pasti berharap demikian. Meski perjuangan memang tidak akan mudah, peluang itu tidak benar-benar tertutup. Jika acuannya adalah pencapaian para atlet Cipayung dalam beberapa tahun ke belakang, sulit rasanya untuk optimis. Tapi, motivasi mereka biasanya akan berlipat ganda saat bertanding di Olimpiade.
Masih ada waktu sekitar lima bulan lagi sebelum penyelenggaraan event akbar tersebut. Sepertinya, Tontowi/Lilyana tidak akan kesulitan meraih tiket untuk bisa tampil di London. Yang harus dipikirkan justru bagaimana menjaga grafik permainan mereka agar terus menanjak, dan mencapai peak performance tepat pada saat Olimpiade berlangsung. Para pelatih dan pengurus PBSI tentu tahu apa yang harus dilakukan.