Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Josep Guardiola dan Barcelona = Dua Sisi Mata Uang

24 Februari 2012   03:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:15 375 0

Lebih kurang empat bulan lagi kontrak Josep Guardiola dengan Barcelona akan berakhir. Hingga saat ini belum ada tanda-tanda yang pasti apakah ikatan kerjasama yang sudah terjalin sejak 2008 akan berlanjut.

Sosok Guardiola memang merupakan fenomena di klub Katalunya. Sempat diragukan di awal kehadirannya, Pep –sapaan akrab Guardiola—menjawab dengan prestasi. Rekor demi rekor ia torehkan. Barcelona pun menjadi lawan yang begitu disegani, tak hanya di Spanyol tapi juga di kancah Benua Biru.

Pep memang minim pengalaman. Wajar jika kemampuannya sebagai pelatih agak disangsikan ketika ia merapat di Camp Nou. Meski telah mengecap segudang pengalaman saat menjadi pemain, Guardiola hanya pernah melatih Barcelona B sebelum dipercaya naik kelas ke tim senior.

Keputusan spekulatif itu ternyata membuahkan hasil dan pasti tidak akan ada yang menyesali. Dalam tiga musim terakhir, tak ada yang mampu menandingi Barca dalam perebutan takhta La Liga. Pep juga mempersembahkan dua gelar Liga Champions, 1 Piala Raja, 3 Piala Super Spanyol, 2 Piala Super Eropa, dan 2 Piala Dunia Antar Klub.

Los Cules kini menjadi klub yang amat sulit dikalahkan. Dari 226 laga di semua kompetisi, 164 di antaranya berhasil dimenangkan, 45 kali imbang dan hanya 18 kali menelan kekalahan. Prosentase kemenangan skuad Guardiola mencapai 72,56%. Total 578 gol berhasil disarangkan (2,5 per gim) dan kebobolah cuma 163 kali (0,7 per gim).

Pencapaian Pep bahkan lebih mentereng ketimbang mentornya, Johan Cruiyff di era 1990-an. Meneer Cruyff memiliki prosentase kemenangan sebesar 59,66%, dengan rincian 179 kemenangan dari 300 pertandingan.

Bicara sepak bola memang tidak akan jauh dari angka dan statistik. Nyatanya, semua data dan fakta menunjukkan bahwa Guardiola memang bukan pelatih sembarangan. Amat sulit bagi Barca mencari penggantinya jika akhirnya Pep memutuskan tidak memperpanjang kontrak.

Segala sesuatu memang masih mungkin terjadi. Di musim-musim sebelumnya juga hal ini selalu terjadi, karena Guardiola tidak pernah mau menandatangani kontrak jangka panjang. Ia hanya mau diikat dalam kontrak per tahun.

“Ada risiko kamu kehilangan hasrat untuk apa yang kamu lakukan ketika kamu menandatangani kontrak jangka panjang. Ini semua mengenai hasrat. Kekayaan terbesar yang bisa dimiliki seseorang adalah melakukan sesuatu yang kamu suka. Menurut saya, itulah esensi segalanya,” ungkapnya suatu waktu.

Persaingan La Liga musim 2011/2012 masih berlangsung seru. Tidak seperti di tiga musim sebelumnya, Barcelona saat ini harus bersaing ketat dengan Real Madrid. Hingga jornada 23, Los Azulgranas masih terganjal di posisi kedua klasemen dengan perolehan 51 poin, defisit 10 angka dari El Real. Meski demikian, liga masih menyisakan 15 pekan lagi sehingga terlalu dini jika mengatakan Barca tak mungkin juara.

Sepertinya pencapaian Barcelona musim ini yang akan menentukan apakah Pep mau melanjutkan petualangannya bersama Messi dkk. Jika gagal di La Liga dan juga Liga Champions, boleh jadi ia akan dibuat penasaran dan akhirnya memutuskan memperpanjang kontrak.

Sulit membayangkan Barcelona tanpa Guardiola. Keduanya ibarat dua sisi mata uang, tidak bisa saling menegasi. Keberadaan Pep di Barcelona bukan hanya berimbas pada hasil pertandingan, tapi juga gaya permainan, kultur dan hasrat tim ini.

Lihatlah bagaimana para pemain memainkan gaya tiki-taka milik mereka sendiri. Ketika skema 4-3-3 sudah begitu identik dengan Barca, Pep dengan brilian memodifikasinya menjadi 3-4-3 sehingga tetap mematikan bagi tim lawan. Hebatnya, penggawa Katalunya bermain dengan sama hebatnya dalam formasi apapun.

Di era Guardiola pula para pemain muda binaan akademi La Masia mendapat kesempatan besar tampil di tim senior. Alumni La Masia dari beberapa angkatan kini bahu membahu membela panji Katalunya.

Belum habis kejayaan Carles Puyol, Xavi Hernandez dan Andres Iniesta, sinar benderang sudah dipancarkan Lionel Messi, Gerrard Pique, dan Cesc Fabregas. Pep juga secara konsisten menyuntikkan anak-anak fresh graduates La Masia setiap musimnya. Tidak heran jika Sergio Busquets, Pedro Rodrigues, Isaac Cuenca dan Andreu Fontas semakin matang kendati masih belia.

Tradisi tersebut belum tentu akan berlanjut jika Guardiola hengkang. Mulusnya transisi para pemain junior ke tim Barcelona A pastinya berkaitan dengan kebijakan transfer. Pep bukannya anti belanja pemain mahal. Hanya saja, ia tidak pernah memborong pemain dalam jumlah banyak untuk kebutuhan skuadnya.

Hal ini bisa terjadi karena Guardiola sendiri adalah jebolan La Masia. Pep remaja bergabung di akademi sepak bola Barcelona saat berusia 13 tahun, dan menghabiskan enam tahun menempa diri di sana. Lebih dari separuh waktu bermainnya pun ia habiskan bersama Blaugrana (1990-2001). Pep sempat menjadi kapten di Barca, sebelum bertualang di Italia.

Seandainya memang Guardiola akhirnya tidak melanjutkan karier kepelatihannya di Barca, maka pihak klub harus benar-benar selektif mencari penggantinya. Melihat kesuksesan Pep, sudah sepatutnya manajemen Blaugrana mempertimbangkan eks pemainnya untuk menjadi entrenador. Namun, itu tak menggaransi kesuksesan yang sama akan diraih.

Pun demikian halnya dengan Guardiola, ia tidak boleh sembarang memilih persinggahan selanjutnya. Catatan cemerlangnya di Barcelona bisa rusak jika kemudian menorehkan hasil minor di klub baru. Well, Pep dan Barca adalah satu paket dalam meraih prestasi. Jika sudah begitu, buat apa berpisah?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun