Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga Artikel Utama

Klitschko Vs Panggung Tinju Amerika

6 Juli 2011   05:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:54 3115 1

Wladimir Klitschko membuktikan dirinya sebagai salah satu manusia paling tangguh sejagad. Minggu (3/7) dinihari WIB, petinju asal Ukraina itu sukses memenangi pertarungan unifikasi gelar melawan David Haye. Melalui kemenangan itu, Klitschko resmi menggamit sabuk juara dunia kelas berat versi WBO, IBF, IBO, dan WBA.

Dalam pertandingan malam itu, Haye harus merelakan sabuk juara WBA yang ia miliki direbut Klitschko. Meski bisa bertahan hingga 12 ronde usai, Haye kalah mutlak dalam pengumpulan skor. Ketiga juri masing-masing memberi nilai 117-109, 118-108, 116-110, semuanya untuk kemenangan Klitschko.

Dengan kesuksesan tersebut, maka kini seluruh gelar juara dunia kelas berat dikuasai oleh trah Klitschko. Selain empat gelar yang dimiliki Wladimir, satu sabuk juara lagi dari badan tinju WBC ada di tangan kakak kandungnya, Vitaly Klitschko.

Wladimir maupun Vitaly juga memiliki rekor bertanding mengesankan. Wladimir memenangkan 56 dari 59 laga yang sudah dimainkan, dengan 49 di antaranya dilalui dengan kemenangan knock out. Sementara Vitaly mencatatkan 42 kemenangan dari 44 laga, dengan 39 kemenangan KO.

Kedua kakak beradik ini memang sosok fenomenal. Mereka berdua bukan hanya jago adu otot tapi juga adu otak. Catur adalah olah raga lain yang menjadi hobi mereka di luar ring. Selain itu, Klitschko bersaudara juga sosok yang sangat concern dengan pendidikan. Baik Wladimir maupun Vitaly sama-sama meraih gelar Doktor (Ph.D).

Tak hanya di ranah olah raga, Vitaly juga merambah dunia politik. Jauh sebelum Many Pacquiao menjajal peruntungan di sektor politik di Filipina, langkah ini mulai diretas oleh Vitaly. Meski gagal dalam pemilihan Walikota Kyiv, karier politik tidak meredup. Selain meraih posisi di Dewan Kota, ia juga terpilih mewakili Ukraina di Kongres Eropa. Dan sejak 2010, Dr.Ironfist –julukan Vitaly saat masih bertanding—menjabat Ketua Umum Partai Aliansi Demokratik Ukraina untuk Reformasi.

Uniknya, dengan reputasi yang demikian mentereng, popularitas kedua petinju ini kalah jauh dibanding para pendahulunya. Sebut saja Muhammad Ali, George Foreman, Mike Tyson, Evander Holyvield hingga Lennox Lewis. Hal demikian pada akhirnya amat berpengaruh pada pamor kelas berat itu sendiri, yang kian kemari kian meredup.

Beberapa waktu lalu, Foreman sempat melontarkan kritik pedas untuk Klitschko bersaudara. Menurutnya, kedua petinju ini belum cukup teruji sepanjang kariernya. “Dua kakak beradik Klitschko adalah petinju bagus. Keduanya mempunyai pendidikan yang bagus. Namun di mana dua lawan mereka? Sejak Lennox (Lewis) tidak ada lawan tangguh yang dihadapi keduanya. Tidak ada tekanan setelah itu,” ujarnya.

Apa yang dikatakan oleh Foreman mungkin ada benarnya. Sejumlah nama yang pernah dipaksa mencium kanvas, baik oleh Wladimir maupun Vitaly, memang levelnya jauh di bawah Lewis, Holyvield, maupun Tyson.

David Haye, Samuel Peter, Sultan Chagaev maupun Sultan Ibragimov adalah sebagian petinju yang pernah dikalahkan Wladimir. Sementara lawan-lawan yang dihadapi Vitaly lebih tidak populer lagi. Nama-nama seperti Odlanier Solis, Shannon Briggs, ataupun Albert Sosnowski mungkin masih asing di telinga pencinta tinju di Indonesia.

Gengsi Amerika di Atas Segalanya

Sejatinya, bukan hanya lantaran karena lawan-lawannya kurang pamor lantas Klitschko bersaudara ikut tenggelam dalam persaingan tinju kelas berat. Ada faktor geopolitik yang turut menciptakan kondisi tersebut.

Seperti kita ketahui, Amerika Serikat (AS) adalah kiblat tinju dunia. Pertarungan-pertarungan besar sudah sejak lama biasa dipanggungkan di Negeri Paman Sam. Madisson Square Garden (New York), Staples Center (Los Angeles) dan Mandalay Bay Resort (Las Vegas, Nevada) pasti sudah sangat familiar di kalangan pengamat tinju. Karena di tempat-tempat itulah para petinju legendaris pernah tampil.

Sementara Klitschko bersaudara justru merintis karier tinjunya di Eropa Daratan, terutama di Jerman. Selain itu, status abang-adik ini sebagai warga negara Ukraina juga boleh jadi turut memengaruhi ‘nasib’ mereka. Sentimen anti Timur (baca: Uni Soviet) mungkin masih melekat di benak orang Amerika. Padahal faktanya, Ukraina sendiri saat ini lebih condong ke Barat, khususnya dengan Uni Eropa dan NATO.

Di saat yang bersamaan, publik AS juga sedang tidak punya local hero. Petinju kelas berat yang ada saat ini kebanyakan justru datang dari luar AS. Ketika toh akhirnya mereka nyemplung ke Amerika untuk naik ring, sulit mengharapkan animo besar dari penonton di sana.

Minimnya popularitas dan sorotan media juga berimbas pada rendahnya permintaan relay siaran langsung ke berbagai negara. Jangan lupa, tinju profesional di AS tidak bisa kita lihat murni dari aspek olah raga semata. Muatan bisnis dalam tinju profesional terkadang lebih kental daripada nilai-nilai olah raga itu sendiri. Jika hitung-hitungan bisnis tidak mendatangkan keuntungan, maka dengan sendirinya petinju itu akan terpental dari persaingan.

Dari semua itu, kita boleh menarik konklusi bahwa suka tidak suka harus diakui AS adalah negeri adikuasa. Namun, kita juga bisa mengambil pelajaran dari langkah yang dipilih oleh Klitschko bersaudara. Mereka tidak silau dengan panggung megah tinju kelas berat dunia di Negeri Paman Sam.

So, jangan khawatir jika melihat Chris John tak kunjung mendapat kesempatan mentas di AS. Toh tanpa harus bermain di sana The Dragon sudah membuktikan diri sebagai Super Champion. Pada akhirnya kita harus berteriak lantang kepada Amerika: Go to hell with your boxing ring!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun