Diawali oleh Susy Susanti dan Alan Budikusuma di Barcelona 1992, cabang bulu tangkis tak pernah absen menghadiahkan medali emas untuk bangsa Indonesia di ajang Olimpiade. Akankah tradisi itu berlanjut di Olimpiade London 2012?
Awal bulan ini, PBSI memutuskan untuk mendegradasi 23 pemain pelatnas. Para pemain ini harus menepi ke klub masing-masing. Salah satu nama popular yang turut terdepak adalah Maria Kristin Yulianti. Pebulutangkis asal klub Djarum ini tak pernah lagi meraih prestasi sejak pencapaian istimewanya meraih perunggu di Olimpiade Beijing 2008.
Peringkatnya kini merosot ke urutan 86 dunia. Jauh di bawah kompatriotnya, Maria Febe (peringkat 31), Fransiska Ratnasari (36), dan Adrianti Firdasari (40). Cedera menjadi faktor penghambat utama Maria untuk bisa kembali mencapai peak performance. Walhasil, pemain berusia 25 ini harus merelakan satu tempat di pelatnas untuk pemain lain.
PBSI menyadari saat ini sektor tunggal sangat memprihatinkan. Tidak heran jika seleksi nasional kali ini digelar untuk menyaring atlet terbaik di nomor tunggal, baik putra maupun putri. Dari 29 atlet yang bersaing, sembilan di antaranya adalah pemain pelatnas pratama. Namun, tidak ada jaminan mereka akan pasti menetap di Cipayung. Pemain baru dari klub juga memiliki peluang yang sama untuk bisa lolos.
Tidak mudah untuk menembus pelatnas. PBSI menetapkan para pemain harus melewati tes yang meliputi tes permainan, test kesehatan, test IQ, test EQ, test Kepribadian dan test fisik. Diharapkan akan tersaring bibit-bibit berkualitas yang akan mengembalikan supremasi Indonesia di percaturan bulu tangkis dunia.
Sebelumnya, PBSI juga sudah memastikan merekrut Li Mao untuk memegang komando kepelatihan di sektor tunggal. Pelatih asal China yang terakhir menangani Korea Selatan itu diharapkan mampu membawa perubahan positif ke Cipayung.
Ciptakan Iklim Kondusif
Namun, ada satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan PBSI. Organisasi pimpinan Jenderal Djoko Santoso ini perlu menjamin terciptanya iklim kondusif di Cipayung. Terlihat sederhana, namun faktanya seringkali faktor non-teknis ini menggerogoti prestasi bulu tangkis kita. Eksodus pemain maupun pelatih seolah menjadi cerita klise yang acap berulang.
Hengkangnya Taufik Hidayat, Vita Marisa, Hendra Aprida Gunawan, Markis Kido dan Hendra Setiawan masih belum lekang dari ingatan. Belakangan, pelatih Sigit Pamungkas juga memutuskan keluar dari Cipayung demi bisa tetap melatih anak asuhnya Markis/Kido. Beruntung Hery Imam Pierngadi mau ‘pulang’ ke pelatnas untuk menggantikan Sigit.
Tak cukup dengan itu, Lius Pongoh yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan Prestasi ikut-ikutan cabut. Konon, Lius memilih bercerai lantaran terganggu dengan campur tangan Sekretaris Jenderal yang terlalu jauh. Jika sampai posisi Kabidbinpres lowong, lalu siapa yang menjamin terselenggaranya program PBSI dalam hal pembibitan dan pembinaan pemain?
Lihat saja pencapaian atlet kita di 2010. Nirprestasi yang diraih tercermin dari tiket ke Final Super Series yang digelar pekan pertama bulan ini. Indonesia berhak mengirimkan empat wakil di empat nomor berbeda kecuali tunggal putri. Namun, dari empat wakil tersebut, hanya satu yang merupakan pemain pelatnas yakni Greysia Polii/Meiliana Jauhari. Sisanya, Taufik Hidayat, Markis/Hendra, dan Vita/Hendra A.G adalah pemain non-pelatnas. Dan yang paling menyedihkan, tak satupun dari atlet kita yang bisa menembus semifinal!
Hal ini tentu tak boleh dibiarkan terulang. PBSI juga harus bersiap menghadapi Olimpiade London 2012. Tradisi emas dari cabang tepok bulu ini sangat diharapkan masyarakat untuk bisa dipertahankan. Dalam lima olimpiade terakhir, bulu tangkis selalu mempersembahkan emas untuk Indonesia. Jika merasa tidak mampu, lebih baik Ketua Umum dan Pengurus saat ini mundur daripada kadung gagal dan dihujat.