Sementara mogoknya Metromini (21/12/15) ditanggapi dingin netizen. Bahkan cenderung disambut dengan lega oleh masyarakat, yang sudah gregetan dengan aksi Metromini yang ugal-ugalan di jalan. Netizen mengungkapkan dalam Polling detik.com via twitter kalau perlu metromini mogok selamanya [5]. “Tak ada Metromini tak masalah, ada ojek online,” ungkap seorang warga [6].
Siapapun yang pernah pakai jasa ojek online, pasti bisa merasakan sendiri enaknya dibandingkan metromini atau angkot. Selisih ongkos yang masih terjangkau tergantikan oleh waktu tempuh jauh lebih cepat dan kenyamanan layanan dari pintu ke pintu.
Reaksi netizen terhadap dua kejadian ini terus terang membuat was-was. Saya menangkap sinyal ketergantungan pada layanan ojek online yang semakin menguat. Tampaknya kebutuhan menggunakan bersama kendaraan yang beroperasi dengan jadwal teratur pada rute yang tetap semakin terkikis [7].
Layanan ojek online yang kini dirasa memenuhi kriteria selamat, aman, nyaman, dan terjangkau tsb bergerak sesuai permintaan rute dan waktu pengguna pribadi. Ini membuatnya tidak masuk kategori transportasi umum, sekalipun nantinya mendapat ijin plat kuning. Dalam jangka panjang layanan ojek online justru berpotensi memupuskan harapan akan kota yang bebas macet dan polusi serta memiliki ruang publik yang memadai. Apalagi tarif murah yang berlaku masih mengandung banyak tanda tanya dan memicu lahirnya banyak perjalanan.
Wah bagaimana mungkin? Yuk mari simak lanjutannya...