keluarga korban sangat terluka.
Dari Rumah Menuju Gubuk, Kami Berjalan Membungkuk, Sebab hati Sedang Di Ketuk, Melihat harapan Yang telah Dikeruk.
Kali Waci Masi Saja setia Mengalirkan Air, Menggambarkan duka yang Terus bergilir, kini profesi Kami Telah Berakhir, Dan para pengayom menghitung uang dengan Mahir.
Sore hari yang Berselimut Badai, Seorang ibu mengeja irama air yang mengalir dari bibir kali, menguji kesetiaan dari pagi hingga petang, ketika orang-orang beranjak pulang.
Badai semakin Besar untuk menyampaikan pesan, Ketiga Kesatria kami Telah di Bunuh tanpa Kasihan, Di mutilasi dengan teriakan, sebagai isyarat Kemenangan, "Arrgghhh.!!!" Kami tersiksa memikul berat Air mata kesedihan,
seorang ibu terisak tangis dalam pelukan Anaknya, menatap Sedu Kerambah sang Kekasihnya, yang Telah pergi dengan Tubuh, yang Tak Lagi Utuh. "Yaaa jouueeeee..!!!"
Di atas Bibir pantai Kami menangis, mengangkat Mayat Dengan Kondisi tragis, Mayat di kafankan Tangis Keluarga pecah dengan Histeris, seorang Anak dengan Suara Isak tangis, Mengazankan Ayahnya Langit pun ikut menangis, Mengirim pesan duka pada Gerimis.
Seorang Anak Menangis untuk di kasihani.
Seorang Ibu menangis kehilangan sang kekasih, Kerabat Korban menangis sebab di Beri Luka yang Pedih,
Di Dalam Desah Yang sedu, Langit tak lagi bergemuru, menatap sedih patung nisan, yang Terdiam Menatap Bisunya Alam,
Kami selalu disuguhkan dengan lara, Tangisan Tak terbendung Atas darah, Kini air mata mengalir tak tentu arah. Tanah ini pun masih basah, ketika petuah itu singgah dan kelopak mata kembali berkabut sebab sisa gerimis terus menggambarkan Maut.
_Agathys
Waci 8 September 2023