Perusahaan yang ingin mengekspor pasir laut diwajibkan memenuhi beberapa persyaratan utama, seperti memastikan kebutuhan pasir laut dalam negeri terpenuhi, menyampaikan dokumen permohonan berisi negara tujuan, volume ekspor, dan sarana pengangkutan, serta memperoleh izin dari Kementerian Perdagangan. Kebijakan ini diharapkan meningkatkan sektor ekonomi melalui devisa dan pajak, serta mendukung keberlanjutan pembangunan infrastruktur dalam negeri.
Namun, kebijakan ini juga memiliki potensi dampak negatif. Eksploitasi pasir laut dapat memengaruhi ekosistem laut, mengurangi biodiversitas, mempercepat abrasi pantai, serta meningkatkan risiko terhadap keberlanjutan pulau-pulau kecil. Dampak ini juga dapat memengaruhi mata pencaharian nelayan lokal. Untuk mengatasi risiko tersebut, pemerintah menetapkan bahwa seluruh aktivitas penambangan harus didahului oleh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Langkah-langkah rehabilitasi seperti pemulihan biodiversitas dan pengelolaan habitat laut juga diharapkan dilakukan untuk meminimalkan kerusakan.
Selain itu, pemerintah dan perusahaan diimbau menggunakan teknologi ramah lingkungan untuk memastikan aktivitas penambangan berlangsung secara berkelanjutan. Pendekatan ini diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara manfaat ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Terbukanya kembali kebijakan ekspor pasir laut membuka peluang baru bagi sektor perekonomian Indonesia. Namun, pemerintah perlu memastikan pelaksanaannya dengan regulasi ketat dan pengawasan menyeluruh, demi menjaga komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan.