Bicara tentang cinta pertama tak harus cinta pertama pada lawan jenis kan? Ada banyak cinta pertama yang aku alami, mulai dari cinta pertama pada lawan jenis, pada guru, pada pelajaran sekolah, pada sebuah tempat, pada hobi, dll. Selama ini cinta pertama selalu identik dengan lawan jenis atau selalu rasa antara laki-laki dan perempuan. Yang ingin aku ceritakan di sini bukan cinta pertamaku pada lawan jenis, tapi cinta pertamaku pada hobi nonton sepak bola. Takkan terlupa, sepuluh tahun yang lalu, tepatnya bulan Juni 2000 di seluruh dunia, termasuk Indonesia sedang dihebohkan oleh hajatan milik UEFA yang diselenggarakan tiap empat tahun sekali, yaitu Euro Cup 2000 yang saat itu digelar di Belanda dan Belgia. Siang itu...saat liburan kenaikan kelas, aku bengong tak ada kerjaan selain hanya nonton TV atau tidur. Nah, saat iseng-iseng mindah
channel tak sengaja aku menemukan acara
highlight pertandingan-pertandinganĀ Euro di salah satu TV swasta. Entah mengapa aku tertarik menontonnya. Dan dalam highligts tersebut juga disebutkan jadwal pertandingan yang akan dimainkan malamnya, yaitu partai antara
gli azzuri dan
de oranje, saat itu Euro sudah memasuki babak semifinal. Akhirnya, pada malamnya aku bela-belain begadang hanya demi sebuah rasa penasaran danĀ hanya untuk menonton partai tersebut. Itulah pertama kalinya aku menonton pertandingan sepak bola
full time, dari
kick-off sampai selesai. Ternyata seru juga, apalagi pemainnya ganteng-ganteng *maklum saat itu aku masih dalam masa puber* Dari pertandiangan Italia vs Belanda itu aku merasakan cinta pertama pada dunia sepak bola. Aku akui pada saat itu memang gara-gara pemainnya yang ganteng-ganteng *halah...ujung-ujungnya rasa pada lawan jenis juga, hehehe....*, terutama Francesco Totti. Sejak itu mulailah aku jadi maniak bola. Partai-partai sisa di Euro aku tonton sampai habis, saat final Italia vs Perancis aku mulai punya jagoan, ya...Italia, meskipun akhirnya hanya sebagai
runner-up saja. Dan sampai sekarang aku masih seorang
tifosi gli azzuri. Gelaran Euro usai tak membuatku berhenti mengikuti tentang sepak bola, aku mulai berlangganan tabloid
Socceryang saat itu merupakan tabloid baru. Aku masih ingat tabloid pertama yang aku beli covernya bergambar
David Trezeguet. Aku juga menonton setiap pertandingan yang disiarkan di TV. Hingga akhirnya aku menemukan klub-klub favoritku....Roma, Arsenal dan Barca. Aku selalu mengikuti perkembangan ketiga klub tersebut, dari TV ataupun tabloid. Bisa dikatakan waktu itu aku benar-benar gila bola. Kalau klub jagoan mau main didoakan agar menang, kalau kalah ditangisi, malam-malam teriak-teriak sendiri, di sekolah suka ngrumpi tentang bola, tiap habis nonton pertandingan kadang bikin ulasan, ilmu pengetahuan tentang sepak bola
full teng, pokoknya
lebay banget deh!! hehehe... Kini, sepuluh tahun telah berlalu. Pekerjaanku makin banyak, apa yang jadi beban pikiran juga makin banyak sehingga mudah lelah. Perlahan-lahan aku mulai jarang begadang, mulai jarang membeli tabloid sepak bola hingga tak pernah sama sekali. Tapi aku tak benar-benar meninggalkannya. Aku masih mengikuti berita tentang sepakbola. Dan untuk gelaran-gelaran akbar seperti Liga Champions, Euro Cup dan World Cup juga masih aku tonton. [caption id="attachment_83318" align="aligncenter" width="400" caption="me feat. imagechef"][/caption] Selama ini mungkin sepak bola identik dengan kekerasan seperti tawuran antar suporter, judi, dll. Namun tidak bagiku, di dunia sepak bola inilah aku menemukan banyak pelajaran berharga. Mulai tentang fairplay dalam sebuah pertandingan, isu rasisme antar pemain, industri di balik sepak bola, sedikit bahasa negara-negara lain, sampai sejarah negara di dunia, khususnya Eropa.
KEMBALI KE ARTIKEL