Jika anda berkunjung ke Yogyakarta, mulai jam 17.00 wib akan sangat mudah menjumpai warung rakyat yang akrab disebut sebagai angkringan. Di sepanjang jalan utama sampai ke gang-gang kecil, anda melihat angkringan berada di trotoar dan lokasi-lokasi khas rakyat. Seakan angkringan telah menjadi simbol egaliternya masyarakat Yogyakarta. Warung ini buka hingga menjelang Subuh.
Angkringan adalah sebuah gerobak panjang terbuat dari kayu, dengan tenda terpal sebagai atap. Di bagian depan dan sisi samping angkringan disediakan kursi kayu panjang untuk tempat duduk para pembeli. Kursi kayu bagian depan ini paling hanya muat untuk menampung empat orang, sedangkan kursi bagian samping hanya menampung dua orang saja.
Jangan khawatir, saat pengunjung banyak, disediakan pula tikar yang bisa digelar dimanapun anda suka. Jika angkringan berada di sebuah trotoar, tikar bisa digelar di sepanjang trotoar tersebut, terserah anda memilih tempat yang paling nyaman. Jika angkringan berada di sebuah tanah lapang, seperti alun-alun atau lapangan Kepatihan, maka tikar bisa digelar di tanah lapang tersebut. Silakan pilih ruang yang kosong dan nyaman.
Di satu sudut gerobak angkringan, selalu terdapat tiga lubang perapian untuk memanaskan tiga teko, satu berisi air putih, satu berisi wedang jahe, dan satu berisi teh kental. Ini teko untuk menyajikan minuman. Anda bisa memesan wedang jahe panas, teh panas, kopi panas, namun disediakan pula minuman dingin seperti es teh dan es jeruk.
Sensasi Sego Kucing dan Aneka Makanan Rakyat
Makanan khas yang disediakan di setiap angkringan adalah sego kucing. Dilihat dari segi namanya, sego artinya nasi, jadi memang bermakna nasi kucing. Disebut sego kucing karena jumlahnya yang sedikit, seperti ketika memberi makan untuk kucing kita di rumah. Sedikit nasi dan sedikit lauk. Itulah sebabnya kemasan sego kucing hanyalah bungkusan kecil. Anda bisa menyantap dua atau bahkan empat bungkus sekaligus agar terasa kenyang.
Sego kucing terdiri dari sekepal nasi dengan lauk oseng tempe pedas, atau sepotong kecil ikan bandeng dengan sedikit sambal. Kadang ditambah sedikit bihun goreng atau mie goreng. Dibungkus dengan daun pisang di bagian dalam, dan biasanya di bagian luar masih ditambah dengan kertas koran sebagai penguat pembungkus. Benar-benar serba sedikit, maka harganya pun murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Seorang teman dari Sulawesi merasa sangat heran dengan sego kucing ini. Di kampungnya, orang makan ikan utuh yang besar-besar, tanpa dipotong. Karena alam Sulawesi memang sangat kaya potensi ikan, dan ikan telah menjadi makanan keseharian masyarakat. Begitu menyantap sego kucing ia kaget, karena menjumpai potongan ikan bandeng yang “tidak berbentuk”, saking kecilnya. “Bagaimana memakan ikan seperti ini?” celetuknya protes.
Makanan yang disediakan di angkringan, tidak jauh berbeda antara angkringan satu dengan yang lainnya. Yang hampir selalu disediakan adalah tempe goreng, tahu isi, pisang goreng, tempe dan tahu bacem, cakar (ceker) ayam, kepala ayam, dan sate usus ayam. Jika angkringan cukup besar, menyediakan pula jadah bakar, mie instan rebus, dan aneka jajanan lainnya.
Di beberapa angkringan, disediakan pula Kopi Jos, yaitu kopi hitam panas, yang ditambahkan arang membara, sehingga terdengar bunyi “josss” saat memasukkan bara arang tersebut. Sebagian ahli kesehatan tidak merekomendir minuman ini, karena konon arang bersifat karsinogen, sehingga tidak sehat untuk diminum. Silakan dilakukan studi lebih lanjut soal ini.
Saya lebih menikmati teh nasgitel (panas, legi, kentel). Yaitu teh panas yang kental, dengan gula batu sebagai pemanisnya. Rasanya tidak mau pulang dan selalu ingin berlama-lama di angkringan saat sudah menikmati teh nasgitel ini.