Program MBG juga dinilai mampu mengurangi kebiasaan siswa untuk jajan sembarangan yang kerap berisiko bagi kesehatan. Dengan adanya program MBG, siswa dapat menikmati makanan yang sehat dan bergizi setiap harinya.
Berbagai media massa memberitakan bahwa pelaksanaan awal program MBG ini masih menemui berbagai kendala, di antaranya terkait terkait makanan yang terlambat hingga tak adanya susu dalam menu makan siang. Harapannya masalah ini bisa segera diatasi agar program MBG berjalan dengan baik.
Terlepas masih adanya berbagai masalah, program MBG ini melemparkan ingatan saat saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Saya masuk kelas 1 SD sekitar tahun 1982. Jadi saya termasuk generasi jadul ya.
Karena keterbatasan ekonomi orang tua, saya jarang sekali sarapan saat berangkat ke sekolah. Kalaupun sarapan biasanya karena ada nasi “sisa semalam”.
Meski tak berhubungan dengan kuliner, “Sisa Semalam” pernah menjadi lagu romantis yang dirilis grup band Java Jive dan dinyanyikan ulang oleh Marcel Siahaan. Penyanyi Zaskia Gotik juga pernah menyanyikan lagu dangdut berjudul “Sisa Semalam”.
Biasanya, nasi “sisa semalam” ini ditemani lauk dan sayur “sisa semalam” juga. Kami menyebutkan “sayur nget-ngetan” atau sayur yang dihangatkan. Kadang ibu sempat menggoreng tempe atau telur dadar tipis yang kemudian dibagi empat agar bisa dibagi rata untuk sarapan anak-anaknya.
Selain jarang sarapan, saat itu saya ingat kalau ke sekolah masih nyeker alias tidak memakai sepatu. Biasanya sepatu dipakai pas hari Senin karena ada upacara bendera. Saya lupa, sampai kelas berapa jarang memakai sepatu.
Seingat saya, waktu itu sepatunya merek “Warrior”. Kaos kakinya warna putih lusuh yang kalau sudah kendor diberi pengikat gelang karet di kaki. Walaupun begitu, saat memakai sergam sekolah dan bersepatu, saya merasa jadi orang paling ganteng sedunia.
Saat itu tentu saja belum ada program MBG. Tapi sewaktu masih Taman Kanak-Kanak, sering ada pembagian bubur kacang ijo dan vitamin. Ketika masuk Sekolah Dasar, sepertinya pembagian bubur kacang ijo sudah tidak ada lagi.
Biasanya kalau ada pelajaran olah raga, karena lokasi sekolah hanya sepelemparan mangga, saya sering pulang sebentar untuk sekedar menenggak air putih dari kendi, tempat air minum dari tanah lihat. Rasanya mak nyes, dingin dan menyegarkan. Kadang teman-teman yang rumahnya jauh sering ikut ke rumah saya.
Keterbatasan tersebut itu tak menggoyahkan semangat untuk belajar baik di sekolah maupun di rumah, walaupun di bawah penerangan lampu teplok minyak tanah. Sepulang sekolah kami masih bisa bermain menikmati masa kecil bersama teman-teman: mandi di sungai, bermain layang-layang, sepak bola, mencari ikan, dan keseruan lainnya.
Karena setiap generasi memiliki tantangan masing-masing, cerita yang saya alami mungkin sudah menjadi nostalgia masa lalu. Namun kenangan seperti itu mungkin bisa menjadi motivasi bagi generasi sekarang bahwa dalam kondisi apapun, jangan patah semangat untuk belajar.
Tantangan terkini antara lain kemajuan teknologi yang sering melenakan dan memanjakan mata. Begitu juga anak-anak yang betah berlama-lama mantengin layar smartphone, bermain game online atau melihat video yang berseliweran di Youtube atau Tik Tok. Akhirnya anak-anak jadi malas alias mager kalau disuruh belajar.
Namun kemajuan teknologi jika dimanfaatkan dengan baik juga bisa digunakan untuk sarana pembelajaran yang efektif dan menarik. Tak salah jika ada yang menyebut kalau teknologi itu seperti pisau bermata dua. Jadi tergantung bagaimana kita memanfaatkannya.
Kembali ke program MBG, mungkin ada baiknya jika makanan diberikan kepada anak sekolah sebagai sarapan sebelum proses belajar mengajar. Sarapan memiliki banyak manfaat seperti sumber energi, menjaga mood, menjaga konsentrasi, dan lain-lain.
Untuk makan siang, anak-anak sekolah bisa makan siang di rumah masing-masing, dengan menu yang telah dipersiapkan oleh orang tua. MBG sebagai makan siang mungkin bisa diberikan kepada anak sekolah yang berangkat siang.
UMKM seperti rumah makan atau Warteg bahkan ibu-ibu Posyandu di sekitar sekolah bisa diberdayakan untuk menjadi penyedia MBG, tentu saja setelah mendapatkan pelatihan mengenai paduan menu yang sehat dan bergizi.