Masalahnya, menurut Mahfud Md justru katanya Prabowo-Hattalah yang menang quick count ini. Bahkan lagi katanya lebih dari 54%. Entah bisikan siapa angka-angka itu. Ada dua lembaga survei yang memang menyatakan Prabowo-Hatta, satunya mencatat kemenangan sangat tipis yaitu 50% dan 49 % (ini dapat dikatakan berimbang). Jadi hasil mana yang dipakai Mahfud Md? Jangan berusaha memunculkan upaya-upaya menghalalkan segala cara. Jangan juga arogan.
Prof Hamdi Muluk sebagai anggota Dewan Etik Persepsi yaitu asosiasi yang menaungi semua lembaga survey mempertanyakan hasil yang janggal tersebut. Karena bercermin pada pilkada DKI sebelumnya, yang juga berkisar selisih 5%, harusnya ada coherensi (teori koherensi) antara semua lembaga survei bila itu menggunakan metode yang wajar dan ilmiah. Harus ada bukti data secara statistik bahwa memang mereka mengambil sample random dan bukan terpilih. Harus juga memang mengirimkan petugasnya ke TPS-TPS tersebut dan sebagainya. Makanya PERSEPSI akan memanggil 2 lembaga survei yang janggal tersebut.
Hanta Yudha dari lembaga Pol Tracking yang seharusnya menyampaikan hasil survey tunggal mereka di TV One juga tidak jadi menyampaikannya, karena menurut Hanta bahwa seharusnya hanya lembaga mereka yang diundang untuk menyampaikan hasil QC, tapi tadi pagi tiba-tiba dikatakan oleh TV One bahwa akan ada 2 lembaga survei lain yang akan menyampaikan hasil juga. Makanya Pol tracking membatalkan menyampaikan hasil mereka di situ, dan baru sore ini hasilnya disampaikan melalui Metro TV, Najwa S yang mana hasil mereka menunjukkan PS-Hatta 46.63% dan Jokowi-JK 53.37%.
Pilkada lalu dengan selisih sama dengan ini 5% lebih, kita melihat dengan gentlenya Fauzy Bowe (Foke) di sore harinya langsung menelepon Jokowi mengucapkan selamat. karena beliau tau betul hasil QC tidak bakalan meleset jauh, apalagi lebih dari 3%.
Makanya salah seorang pimpinan semua lembaga survei yang ada menyarankan rakyat banyak, kita semua untuk cari di Google, dan browsing saja untuk melihat track record lembaga-lembaga survei, yang dua biji itu apakah track record mereka bagus atau malah bermasalah? Ia mengatakan ada yang aneh dan janggal dari hasil survei yang mereka keluarkan. Melakukan hitungan quick count itu punya metode ilmiah dan memakai sebaran statistik yang teruji.
Contoh sederhana, lihat saja ketika sudah ada 4 (sekarang 9 ) lembaga survei yang mengumumkan hasil perhitungan cepat mereka yang menunjukkan Jokowi-JK menang, dan merilis sebaran kemenangan-kemenangan itu ada di mana saja (wilayah), dua lembaga survei yang merilis anggapan sebaliknya baru memulai perhitungannya dan belum selesai. Apakah random samplingnya bukan lagi random? Tetapi justru memilih sample di tempat2 yang sudah terlihat dimana nomor 1 unggul? Lalu kesanalah hitungan itu diambil? Perbedaan 5% itu tidak sedikit, jadi kita tidak boleh main-main dengan itu.
Ingat saja pemilu di Jatim beberapa tahun lalu yantg bermasalah karena perbedaan hasil KPU dan quick count, padahal waktu itu selisihnya sangatlah tipis, apalagi saat ini. Jadi kalau ada pihak-pihak yang mau bermain-main, harus hati-hati sebab masyarakat tidak buta. Mereka sudah menduga pasti akan ada 'perlawanan' atas hasil quick count tersebut.
Akhirnya, semoga demokrasi memang dapat berjalan dengan murni dan damai, tapi juga adil. Tidak ada intervensi dan denganĀ menghalalkan segala cara kepada KPU. Semoga juga yang kalah mampu menerima kekalahan dengan baik dan sportif. Jangan merusak nilai-nilai demokratisasi dengan uang, pemaksaan, ataupun kekerasan.