Beberapa hari yang lalu aku sempat membaca status teman SMPku di Facebook,
“Kenapa anak jaman sekarang baru mau UN saja sudah mau pada bunuh diri. Belum nanti kuliah. Belum nanti masuk ke dunia kerja.”
Aku tertawa! Status temanku itu ada benarnya meski tak sepenuhnya. Anak-anak terlalu depresi dalam menghadapi ujian yang dibuat oleh manusia. Gimana jika ujian yang diberikan oleh Sang Pencipta?
Terus terang sebagai seorang guru aku sangat tidak setuju dengan Ujian Nasional sekarang ini. Tak sepatutnya sekolah selama 3 tahun ditentukan kelulusannya selama 5 hari. Belum lagi ada angka standar yang membebani anak cerdas sekalipun yang jika 6 pelajaran diujikan, sang anak cerdas mampu menghasilkan nilai 100 untuk 5 pelajaran. Sedangkan 1 pelajaran ia menghasilkan nilai di bawah standar. Sang anak cerdas dinyatakan tidak lulus. Tidak adil!
Belum lagi setiap sekolah di daerah yang berbeda, di propinsi yang berbeda. Tentu saja memiliki fasilitas yang tak sama. Namun anehnya standar yang diberikan pemerintah sama. Begitu adilkah?
Namun ‘mencaci’ ketidakadilan ini rasanya perlu juga mempertanyakan mental remaja-remaja kita. Memang mereka masih labil dan mudah mengambil keputusan. Tanpa berpikir panjang! Maraknya kasus bunuh diri pada remaja menyisakan kemirisan akan mental remaja kita yang makin rapuh. Duh…duh…
***
Di acara Tatap Muka episode kemarin, Sandhy Sondoro musisi muda berprestasi memberikan jempol untuk musisi-musisi kita. Namun dia menyayangkan lirik-lirik yang dibangun oleh sebagian musisi kita adalah lirik-lirik picisan yang penuh dengan penderitaan yang tidak berkesudahan. Selain itu tema perselingkuhan dan tema-tema dangkal diangkat begitu saja. Padahal jika kita telaah, musik adalah bagian yang paling dekat dengan remaja. Berbeda dengan buku yang harus dibeli dan dibaca, musik menjadi bagian yang mudah didapat dan dinikmati.
Namun musik Indonesia yang memiliki jagoan-jagoan musik, sayang sekali menciptakan lirik dan judul lagu yang penuh penderitaan. Lirik dan judul lagu yang penuh dengan nilai kepesimisan. Judul lagu seperti Ku Tak Sanggup, Ku Takkan Bisa, Cinta Ini Membunuhku, Menangis Semalam, Terserah dan masih banyak sekali lagu memiliki nilai-nilai pesimis yang tak membangun. Bayangkan puluhan bahkan ratusan lagu-lagu bernada pesimis ini didengar oleh remaja-remaja kita.
Misalnya saja, seorang gadis baru diputus kekasihnya padahal dia cinta mati lalu mendengar lagu Ku Tak Sanggupnya KD, wah…makin kalut saja gadis itu. lalu keputusan yang diambil bisa lebih mengiris lagi….Bunuh diri deh!
Coba saja dia mendengar lagu Jalan Masih Panjang, saat kalut ia mendengar lirik berikut….
Kusadar hidup ini hanya sebentar
Untuk apa putus asa dan buang waktu saja
Bukankah setiap orang punya problema
Yang harus kita lalui dengan hati yang tabah
Lupakan sudah masa lalu kelabu
Kita susun langkah baru Jangan hanya menunggu
Barangkali gadis tersebut akan berpikir ulang, atau akan mengambil jalan yang lebih bijak.
Tak hanya musik, film dan media kita yang cenderung memberikan mimpi-mimpi tak berkesudahan juga berdampak pada mental remaja kita. Ya, bagaimana remaja kita mau tahan menghadapi mental UN jika film yang ditonton macam Air terjun Pengantin, Suster Keramas, Arisan Brondong dan banyak film-film yang tidak bermutu lainnya.
Belum lagi media kita yang gencar menanyangkan sinetron-sinetron ‘primitif’, variety dan reality show tak mendidik yang hanya menjual mimpi semata, acara berita yang menayangkan peristiwa-peristiwa yang tak patut untuk dilihat. Dan itu semua ada dengan mengatasnamakan rating dan rating!!!
***
Masalah Ujian Nasional memang pelik. Tak bijak memang rasanya menyalahkan pemerintah. Karena jika UN tetap dilaksanakan dan hasilnya mulai mengadili para siswa sikap siswa itu yang akan menghadapi. Jika mentalnya kuat UN dan hasilnya akan menjadi bagian dari kehidupan ini yang penuh dengan tantangan. Namun jika mentalnya rapuh UN dan hasilnya seakan menjadi hidup akhir untuknya. Nah, salah satu yang membuat rapuh itu adalah musik, film dan media yang rapuh pula!
Salam! Seru Jadi Guru!