Tak sedikit yang menyetujui keputusan pemerintah tersebut, adapun alasannya karena kebrutalan KKB dalam melakukan aksinya, bisa dibilang jauh lebih sadis dibanding teroris.
Namun ada pula yang tidak setuju, karena alasan Hak Asasi Manusia (HAM).
Untuk diketahui, bahwa kekerasan bersenjata di Papua telah berlangsung lama, bahkan mungkin dari generasi ke generasi dan menguatnya lagi pada tahun 2018 silam di Nduga yang berlanjut hingga April 2021 di Kabupaten Puncak, Papua.
Sampai saat ini, ada tiga daerah yang berada dalam situasi mencekam akibat ulah KKB yakni Nduga, Intan Jaya dan Puncak. Adapun korbannya yaitu mulai dari warga sipil hingga aparat keamanan yang bertugas di Papua.
Melihat dari sisi jangka waktu, sebenarnya pemerintah telah cukup banyak memberikan ruang dialog kepada KKB guna melakukan pendekatan secara persuasif agar KKB menghentikan aksi biadabnya.
Tapi sayangnya, KKB justru semakin brutal.
Mulai dari memperkosa gadis-gadis yang tinggal di desa hingga membakar sekolah, menembak guru sampai tewas, begitu juga dengan siswa yang pada akhirnya harus kehilangan nyawa karena ditembak oleh KKB dan sudah tak terhitung lagi nyawa warga sipil serta aparat keamanan yang sudah jadi korban.
Bahkan beberapa waktu yang lalu, Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Papua Brigjen TNI Putu IGP Dani NK juga tewas tertembak oleh KKB.
Pertanyaannya, dari sekian banyak tindakan yang dilakukan KKB tersebut, adakah salah satu diantaranya yang tidak melanggar HAM? Jawabannya adalah semuanya melanggar HAM.
Dalam melakukan aksinya, KKB sama sekali tidak menggunakan teori HAM, lalu kenapa ketika pemerintah memutuskan untuk melabeli KKB sebagai kelompok teroris yang harus dihentikan, itu kemudian jadi persoalan dan dianggap sebagai pelanggaran HAM?
Pada saat KKB melakukan pemerkosaan terhadap gadis-gadis desa, begitu juga pada saat guru, siswa, warga sipil dan aparat keamanan tewas di Papua sana karena ditembak oleh KKB, Komnas HAM kemana? Para aktivis HAM di mana?
Kenapa baru sekarang teriak HAM ketika pemerintah memutuskan melabeli KKB sebagai kelompok teroris?
Ini menjadi pertanyaan serius untuk Komnas HAM dan juga bagi beberapa pihak yang kontra dengan keputusan pemerintah tersebut. Jangan kemudian ada kesan bahwa Komnas HAM atau siapapun itu, lebih mempedulikan HAM orang-orang yang berada di dalam lingkaran teroris KKB daripada HAM warga Papua lainnya.
Semua paham bahwa sejatinya sikap pemerintah dalam menangani persoalan KKB Papua adalah dengan cara melakukan pendekatan melalui dialog. Dan itu sudah dilakukan, namun tetap tidak berhasil.
Mau sampai kapan pemerintah harus mengulur waktu untuk melakukan dialog secara terus menerus jika sementara tidak membuahkan hasil yang baik? Apakah menunggu sampai warga Papua habis dibantai oleh KKB? Itu ide yang keliru.
Keputusan pemerintah melabeli KKB sebagai kelompok teroris adalah merupakan langkah yang tepat.
Sudah cukup sekian puluh tahun KKB diberikan ruang oleh pemerintah untuk melakukan dialog dan sudah cukup banyak nyawa yang menjadi korban akibat kebrutalan yang mereka lakukan.
Sekarang, pemerintah harus hadir untuk menghentikan aksi terorisme yang dilakukan KKB. Tidak ada lagi negosiasi. Karena apapun alasannya, negara tidak boleh tunduk apalagi kalah dengan kelompok teroris seperti KKB Papua.
Aksi terorisme KKB bukan saja hanya menjadi ancaman bagi keselamatan masyarakat Papua, tetapi juga bagi persatuan dan kesatuan NKRI. Karena Papua adalah Indonesia.
Label teroris terhadap KKB adalah tujuannya bukan hanya untuk menghentikan aksi KKB semata, tetapi juga merupakan bukti kehadiran negara dalam melindungi serta memastikan keselamatan warga Papua dari ancaman dan kebiadaban KKB.
Karena pada prinsipnya, menghentikan KKB sama dengan melindungi warga Papua.