Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Takdir yang Mempertemukan Kita

1 Mei 2014   06:48 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59 56 1
SIALAN..!!!!

Batinku menggeram penuh kejengkelan. Kubanting pintu sekeras-kerasnya hingga bunyi berdebum itu menggaung dengan riangnya ke seantero cakrawala. Aku berlari. Berlari dengan kencang meninggalkan pelataran sunyi. Perih, pedih, luka dan kecewa menganga dengan pongahnya dan mengoyak-ngoyak hatiku.

Sisa-sisa puing-puing kepercayaan itu, kini telah runtuh tak bersisa. Serpihan-serpihan kekuatan yang tertatih-tatih kukumpulkan dengan penuh kesabaran itupun kini lenyap menguap tanpa jejak.

Aku kesal. Lelah. Kecewa.

Kecewa karena keadaan ini tak dapat aku kendalikan. Kecewa karena perjuangan ini harus tak berujung. Kesal karena hati ini menjadi terlalu sibuk memikirkan semua rasa sakit dan perih ini seolah sebuah penderitaan yang tak berakhir. Dan ini semua melelahkan...

Aku tak pernah menginginkan pertemuan ini terjadi. Ya, semua berawal dari pertemuan itu. Pertemuan singkat yang merubah segalanya. Pertemuan konyol yang menjadikan aku harus merasa berbeda. Hohoho,, itu benar-benar menyebalkan.

Sore itu, aku dan senja tengan berjalan menyusuri bibir pantai dengan riangnya. Air laut terlihat berwarna keemasan, senada dengan jingga yang berpendar di lengkungan cakrawala. Pancaran-pancaran cahaya itu membentuk pantulan-pantulan indah layaknya ribuan berlian berwarna oranye yang bertaburan diatas hamparan lautan. Aku tersenyum simpul. Jingga tengah menari dengan indah.

Namun, itu tak berlangsung lama. Mentari sudah tak ingin berlama-lama bertengger di singgasananya. "Hari yang melelahkan" ungkapnya. Ya, memang seharian ini ia harus meladeniku dengan tarian-tarian yang membuatnya cukup letih. Yaahh, karena memang usianya yang tak muda lagi sih. Hahaha, salah sendiri mau menuruti segala keinginanku, batinku.

Langitpun mulai meredup. Senja pun telah bersiap-siap hendak meninggalkan dermaga cakrawala. Ia menepuk pundakku pelan.

"ayo pulang senja, sudah hampir petang. Untuk apa kau terus disini? Tidakkah kau sudah lelah setelah seharian menari diatas sana?" tanyanya.

"Lagipula, sebentar lagi malam akan tiba. Ia akan menenggelamkan segala cahaya apapun yang ditemuinya. Kau hanya akan tak terlihat dan meraba-raba jalan pulang" ujarnya lagi.

Namun aku tetap tak bergeming. Kaki ini terasa begitu berat untuk kulangkahkan. Apalagi memikirkan aku harus pulang. Haahhh, terpikirkan betapa membosankan sekali dirumah. Aku masih ingin disini, jeritku dalam hati. Tapi benar kata senja, sebentar lagi malam akan tiba. Dan itu menakutkan. Rumor beredar bahwa malam sangatlah misterius. Ia hanya membawa kegelapan, dan menelan semua cahaya yang dijimpainya. Ohh tidak, aku benar-benar tak ingin berjumpa dengannya.

Senja terus memaksaku untuk segera pulang. Yaa, ia tak mau meninggalkanku sendiri.

"Aku khawatir denganmu" katanya. "Bagaimana jika  kamu bertemu dengan malam nanti" lanjutnya.

Walau ia sendiri pun enggan jika harus bertemu malam, tapi ia lebih tak tega jika aku harus sendirian saat berpapasan dengan sang malam.

Hari ini pun akhirnya berakhir. Matahari benar-benar telah meninggalkan singgasananya. Bintang-bintang kecil mulai terlihat bermunculan dan menyanyi dengan kerlipan-kerlipan manjanya. Aku terpaku. Beginikah suasana malam itu? pikirku. Benar-benar menabjubkan. Pemandangan baru ini membuat kakiku benar-benar seolah terpasung dan tak ingin beranjak pergi barang satu sentipun. Aku terbius. Terbius oleh rayuan para bintang dan bulan yang mulai menampakkan seringai-seringai lucunya dibalik cakrawala.

Senja mulai gusar. Berkali-kali ia menarik-narik lenganku dan mengajakku pulang. Namun entah mengapa, hari ini aku benar-benar ingin menikmati hari lebih banyak dari biasanya. Tak sedikitpun lelah kurasakan. Malah semangat ini terasa begitu menggebu dari biasanya. Ini seolah sebuah tantangan baru. Yaa, ada pengalaman baru yang menjanjikan ketegangan yang penuh kejutan diujung sana. Jiwa petualangku tergelitik. Ahhhh,, aku benar-benar penasaran habis dibuatnya.

"Ehhemmmm..."

Tiba-tiba kami mendengar suara seseorang berdehem. Ohh tidak. Samar-samar kami melihat sesosok makhluk berjalan perlahan dan mendekat. Bayangan itu begitu besar, tinggi dan hitam. Wajah senja memucat. Suasana langsung berubah menjadi sunyi. Kicauan bintang-bintang dan nyanyian sag rembulan itu kini tak lagi terdengar. Perlahan tapi pasti, bayangan itu mulai dapat menggapai kami. Ohh Tuhan, nyaliku menciut. Kaki ini bertambah kaku dan tak mampu bergerak. Kulihat senja sudah hampir pingsan dan tak sanggup bernafas.

Kyaaaa... Aku tak tahan..!!. "Siapa kamu???" teriakku spontan berdiri. Dengan nafas ngos-ngosan kutatap sosok itu dengan pandangan yang kubuat setajam-tajamnya.

Perlahan wajah itu mulai muncul dari balik kegelapan. Sebuah senyum terlukis manis dari wajah tegasnya. Seringaian ramah tersungging lembut dari bibirnya. Matanya memancarkan ketegasan namun teduh dan menenangkan.

Aku terpaku. Memandang takjub dan tak bergeming bagai patung kayu. Benar-benar kejutan yang sangat tak disangka-sangka. Ohh tidaak.. siapa pria tampan iniii?? jerit batinku meronta-ronta ingin segera bertanya dan mendapat jawabannya. Namun tubuhku kaku.

"Hai, perkenalkan aku malam" ujarnya lembut.

Ohh Tuhaan. Jiwaku seolah melayang lepas dari ragaku. Ia benar-benar diluar dugaanku. Rumor itu palsu. Tidak sedikitpun kulihat sisi seramnya dari pria yang kini tengan berdiri mengulurkan tangannya dihadapanku. Hahaha,, atau orang-orang yang pernah bertemu dengan malam sengaja menyebarkan rumor itu agar tak ada yang berani menemuinya dan menjadikan malam hanya milik mereka saja?? Hohoho, tidak bisaaa.. Aku tiak akan membiarkan itu terjadi. Malam berhak memiliki banyak teman. Sama seperti yang lain.

"Hei, apakah kau baik-baik saja??" tanyanya sambil mengibaskan telapak tangannya didepan wajahku. Aku bergeming. Ahhh, pasti mukaku sudah memerah seperti tomat busuk sekarang. Betapa malunya aku, kepergok terpaku menatapnya begitu. Kyaaaa...

Aku langsung berlari. Berlari sekencang-kencangnya menembus kegelapan dan mencari tempat teraman untuk bersembunyi. Degub jantung sudah mencapai batas maksimalnya berdetak. Aku malu. Sangat malu. Ya Tuhan. Ini pertama kalinya kau merasa begini. Wajahku panas saking merahnya. Yang kutahu, saat ini aku hanya ingin sembunyi. Tanpa kusadari, kalau aku berlari meninggalkan senja seorang diri disana bersama malam...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun