Karya : Septian Dwi A.
Helai demi helai sutra yang terurai merayumu
Dipintal jadi satu dalam tautan dakapan debu
Bias dalam corak warna warni semu setegap bisu
Betapa pandai membayang takdir dengan semu
Tapestri menyembah pada tiap kristal yang jatuh diatasnya
Sedang permadani menggelar lelucon kelakar perihal kemewahan dirinya
Bersolek molek layaknya dara pujaan pemuda
Rupanya menyajikanmu perjamuan yang mengundang lara
Lantas kemana mengembara secebis nurani di dada?
Jawablah aku aduhai hati yang bernaung candu
Lantas mengapa jujur dalam tiap yang diatur tak lantas membuatmu mujur?
Dengarkan kataku wahai rayuan yang membelenggu
Lantas bagaimana nasib debu dalam rajutan benang yang sukar dibersihkan?
Duhai kalbu yang menyerukan rindu
Semudah itukah engkau menyembunyikannya dibawah permadani yang rapi?
Pasrahku atas segala tingkah lakumu
Menjadi permadani tak lantas menjadikanmu primadona
Menjadi sebuah hiasan halusinasi dan berulah dengan congkak tak pijak maya
Menjadikanmu pijakan para pejalan kaki yang bau, bertanah dan goyah
Mengubah kalbu jadi beku dan hancur lebur menjelma debu
Sidoarjo, 14 September 2021