Sekedar share pengalaman saya UAN di tahun 2011. Tepat 3 tahun yang lalu untuk pertama kalinya soal di model A, B. C. D. Maksud hati pengatur pendidikan ini pengennya di perketat biar nggak pake contekan dan meminimalisir terjadi kecurangan, eh tambah bikin kreatif siswa buat bikin contekan. Saya dulu sebelumnya SMP di daerah. SD pun di desa. Tidak pernah mengenal budaya menyontek. Baru saya masuk SMA, betapa kreatifnya teman-teman saya membuat contekan. Apakah mereka salah?
Coba, amatin analogi berikut. Ngamatin nggak sih, anak yang cerdas biasanya dia bandel? Tapi di balik bandelnya, dia itu kreatif. Ngamati nggak sih, kalo dia berbeda dengan anak yang rajin. Nyatet, salin, ngapalin. Sedangkan anak kreatif, mendengarkan, mengumpulkan data, dipikirkan, dan dilaksanakan. Mereka juga selalu berfikir out of the box. Termasuk dalam hal contekan. Semakin dipersulit proses nyonteknya, semakin kreatif juga cara nyonteknya.
Kalau seudah begini, siapa yang disalahkan? Tidak seharusnya pemerintah memberikan UN dengan segitu banyak mata pelajaran. Tidak seharusnya juga, siswa SMA diberi begitu banyak pelajaran. Usia SMA, yang merupakan usia belajar seharusnya biarkan mereka belajar dasar dari ilmu mereka yang ingin mereka pilih waktu kuliah. Banyak mata pelajaran yang dipelajari di SMA, tidak dipergunakan di kuliah atau dipergunakan sebagian karena jurusannya yang sama. Apa arti 3 tahun menuntut ilmu di SMA, jika yang dikejar kebanyakan orang adalah lulus UN. Mau mencari ilmunya pun mustahil bisa menguasai segitu banyak mata pelajaran.
Itulah UN, menginjak SNMPTN. Tidak jauh beda dengan mengerjakan UN. Kenapa saya masuk fakultas hukum tapi di tes ekonomi dan akutansi? Logis gag sih? Okelah, karena itu yang saya pelajari di SMA. Tapi sekali lagi.... 3 tahun tersebut sia-sia karena hanya untuk selembar ijasah. Bukan ilmu. Mungkin pengalaman saya disana, yang membuat saya dewasa karena saya aktif organisasi.