Negara berlambang Burung Garuda ini tak kan lama lagi menginjak usia ke 66. Sama dengan tahun sebelumnya, semua warga menyambutnya dengan gegap gempita. Tak terkecuali bagi anak bangsa yang tinggal di pelosok Indonesia, Pulau Rote provinsi Nusa Tenggara Timur. Bermukim di ujung negeri bukanlah suatu penghalang untuk mengekspresikan rasa cinta mereka terhadap tanah air.
Saya akan menceritakan bagaimana warga Di kecamatan Rote Timur menyambut independence day ini. Pemerintah setempat akan melaksanakan berbagai lomba dalam memeriahkan HUT RI. Bidang olahraga:Sepak bola, tarik tambang, bola volley, catur, gerak jalan, dan lomba lari atletik. Sedangkan bidang seni:menari gong, puisi, menghafal UUD 1945, sosio darama tutur, dan lomba paduan suara. Semua lomba tersebt dilaksanakan untuk tingkat SD, SMP, SMA serta tingkat desa/ klub. Perhelatan akbar ini dipusatkan di Dusun Papela, tempat dimana saya mengabdi menjadi sebagai seorang guru. ” Masya Allah..saya belum pernah merasakan semangat Agustus seperti yang saya rasa di tempat ini”, kataku dalam hati.
Keramaian di kampung tidak hanya diramaikan oleh siswa yang akan berlomba dan warga di sekitar lokasi lapangan Dusun Papela saja. Tetapi juga dimeriahkan oleh masyarakat yang tinggalnya di dusun dengan jarak puluhan kilo, terpisahkan oleh lautan, dan di pulau-pulau kecil namun di bawah naungan Kecamatan Rote Timur. Mereka tidak mau ketinggalan untuk menghadiri acara yang dirayakan hanya sekali dalam setahun ini.
Warga yang masih tinggal di darat datang dengan truk carteran atau oto bemo (mikrolet angkutan umum). Sedangkan yang dari seberang pulau, meramaikan agenda tahunan ini dengan perahu dan sampan mereka. Suasananya seperti orang yang akan mengikuti program transmigrasi. Mereka datang dengan pakaian di tas besar (persiapan menginap untuk satu minggu kedepannya), sayuran (ada beberapa karung),beras tentu saja tak ketinggalan, wajan dan panci besar, tumpukan kayu api, dan tikar sebagai alas tidur di ruang kelas sekolah kami. Saya sangat tertegun menyaksikan “pemandangan” ini. Ada rasa haru yang menyelinap di hati. “Yaa Rabb..begitu semangatnya mereka” pikirku. Semangat mereka justru tidak saya dapatkan di kota-kota besar Indonesia. “Ruh” kemerdekaan di ujung negeri ini sangat berbeda dengan “ruh” 17an di daerah lain yang pernah kudatangi. Lebih brasaaa’..!
Satu per satu warga dari seluruh penjuru Kecamatan Rote Timur berdatangan. Sekolah kami, SDN 01 Papela yang hampir setiap tahun menjadi tuan rumah bagi mereka semua disibukkan dengan aktivitas persiapan lomba dan penyambutan “tamu istimewa” ini.
Saya hanya bisa menatap haru penuh bangga kepada warga Kecamatan Rote Timur ini. Mereka penuh semangat, begitu ceria tuk menyambut hari jadi bangsanya. Saya tidak tahu, apakah semangat mereka semua juga dirasakan anak bangsa di belahan Indonesia lainnya. Mereka semua larut dalam kegembiraan. Anak laki-laki dengan sepak bolanya, anak perempuan dengan tarian gong ala Rotenya.
Saya tiba-tiba berpikir, bagaimana yah perasaan para “ayahanda” di Ibu Kota Negara kita jika menyaksikan aktivitas ini? Mmm…apa kira-kira komentar mereka yang “disibukkan” dengan penangkapan seorang pria di luar negeri sana? Sementara anak bangsa yang di ujung negeri ini, begitu menikmati agenda 17an dengan segala keterbatasan yang ada di pelosok.