Sastra sering disebut sebagai cerminan kehidupan karena di dalamnya terkandung berbagai aspek realitas manusia. Lewat sastra, pembaca diajak untuk merenungi berbagai situasi yang dihadapi oleh tokoh-tokohnya, yang seringkali berkaitan erat dengan kehidupan nyata. Dalam konteks pendidikan, sastra memberikan kesempatan bagi siswa untuk memahami berbagai pengalaman hidup yang mungkin belum pernah mereka alami sendiri.
Melalui karya sastra, siswa bisa belajar tentang keberagaman budaya, nilai-nilai moral, dilema etis, serta perbedaan pandangan hidup. Misalnya, membaca novel "Bumi Manusia" karya Pramoedya Ananta Toer tidak hanya memberikan wawasan sejarah tentang Indonesia pada masa penjajahan, tetapi juga menanamkan pemahaman tentang perjuangan dan ketidakadilan sosial. Sastra menjadi sarana yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai tersebut dengan cara yang lebih emosional dan mendalam daripada sekadar ceramah atau pembelajaran langsung.
Salah satu manfaat terbesar dari mempelajari sastra adalah pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Ketika siswa membaca karya sastra, mereka ditantang untuk menganalisis plot, karakter, dan tema yang ada. Mereka diajak untuk memahami konteks sosial dan historis dari cerita, serta menafsirkan makna yang tersirat di balik kata-kata.
Kemampuan untuk berpikir kritis ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Siswa yang terbiasa dengan analisis sastra cenderung lebih mampu untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang, mempertimbangkan berbagai kemungkinan solusi, dan membuat keputusan yang lebih bijak. Di sisi lain, sastra juga mendorong kreativitas karena sering kali melibatkan imajinasi yang tinggi. Membaca puisi atau novel fiksi memungkinkan siswa untuk membayangkan dunia yang berbeda, menciptakan skenario alternatif, dan mengeksplorasi ide-ide baru.
Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu fungsi utama sastra dalam kurikulum pendidikan adalah sebagai sarana pembelajaran bahasa. Karya sastra menyediakan contoh penggunaan bahasa yang baik dan benar, serta memperkaya kosakata siswa. Melalui sastra, siswa belajar tentang gaya bahasa, struktur kalimat, dan keindahan retorika.
Lebih dari itu, sastra juga membantu siswa memahami nuansa dan makna yang lebih dalam dari kata-kata. Sebuah kata dalam puisi, misalnya, mungkin memiliki makna yang lebih kaya dan simbolis dibandingkan dengan penggunaan kata yang sama dalam percakapan sehari-hari. Kemampuan untuk memahami dan mengapresiasi kehalusan bahasa ini merupakan keterampilan yang sangat berharga, baik dalam konteks akademis maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun banyak manfaat yang bisa diperoleh dari pengajaran sastra, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi. Salah satu tantangan terbesar adalah minimnya minat siswa terhadap sastra. Di era digital seperti sekarang, di mana hiburan bisa didapat dengan cepat melalui media sosial, video game, atau film, membaca karya sastra sering kali dianggap membosankan dan kurang menarik.
Guru sering kali menghadapi kesulitan dalam menarik minat siswa terhadap sastra. Untuk mengatasi hal ini, guru perlu lebih kreatif dalam menyampaikan materi sastra. Pendekatan yang lebih interaktif, seperti diskusi kelompok, drama, atau proyek kreatif, bisa membantu siswa merasa lebih terlibat. Selain itu, pemilihan karya sastra yang relevan dengan kehidupan siswa atau yang sesuai dengan minat mereka juga bisa menjadi strategi yang efektif.
Tantangan lain adalah kurikulum yang terlalu padat dan menekankan pada mata pelajaran lain seperti sains dan matematika. Akibatnya, pengajaran sastra sering kali menjadi terbatas, dan siswa tidak mendapatkan cukup waktu untuk benar-benar mengapresiasi karya sastra. Padahal, untuk benar-benar memahami dan menikmati sastra, dibutuhkan waktu yang cukup untuk merenung dan berdiskusi.