Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Nikmatnya Pijat Ala Afrika di Rwanda

7 Desember 2012   16:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:02 575 0

Setelah beberapa hari hanya berjalan-jalan di sekitar ibukotaKigali yang berbukit-bukit, maka tibalah saatnya untuk beranjangsana ke kawasan di luar kota. Tujuan kali ini adalah “Akagera National Park” yang terletak di sebelah timur laut negri yang dijuluki negri seribu bukit ini.

Kendaraan Land Crusier 4 wheel drive yang dikemudikan Isaac, melaju dengan pesat di jalan raya yang mulus menuju luar kota Kigali. Suasana pedesaan yang khas Afrika pun menjadi suguhan yang menyegarkan mata. Sejauh mata memandang, tampak sekali bahwa Rwanda memang penuh dengan bukit yang subur dan hijau. Dan bukit-bukit itu sangat subur ditumbuhi dengan tanaman seperti jagung, pisang, dan juga tentu saja kopi Rwanda yang terkenal itu.

Jalan raya yang dilalui ternyata lumayan mulus dan nyaman dengan jumlah lalu lintas kendaraan bermotor yang relatifsangat sepi. Namun Isaac tidak pernah memacu kendaraannya melebihi 80 km perjam dan kebanyakan hanya berkendaran sekitar 60 km saja. “Pemerintah telah membatasi kecepatan di jalan raya ini dan menetapkan denda yang tinggi kalau kita ketahuan ngebut”. Demikian jawabnya dengan santai.

Sepanjang perjalanan, selain pemandangan hijaunya bukit-bukit di pedesaan Rwanda, dapat juga disaksikan kehidupan rakyat sehari-hari. Di salah satu desa , sempat disaksikan sekumpulan wanita yang sedangmelakukan ritual tariian tradisional Rwanda lengkap dengan kostum warna warni yang menarik.

Yangunik dari pemandangan di sepanjang jalan raya di Rwanda adalah banyaknya orang yang berjalan kaki ataupun bersepeda. Kebetulan hari itu adalah minggu pagi, terlihat banyak penduduk berjalan kaki atau bersepeda dengan pakaian terbaiknyasambil menjinjing kitab suci di tangannya. Bahkan , ada juga terlihatseorang pendeta yang berlari menuju ke gereja.

Setelah melewat sebuah kota kecil bernama Kayonda kendaraan belok ke kiri menjun Rwamagana.Kalau belok ke kanan kita akan menuju ke Tanzania sedangkan saat ini kita menuju ke perbatasan Uganda,” tambah Isaac lagi.Akhirnya, kita pun sampai ke sebuah belokan dimana terdapat sebuah petunjuk jalan yang menjelaskan bahwa Akagera National Parkterletak sejauh 22 kilometer lagi.

Namun jalan yang harus dilewati kali ini, bukanlah jalan beraspal yang mulus, melainkan jalan yang terbuat hanya dari tanah liat saja.Asyiknya, disinilah dapat diamati dengan lebih dekat kehidupan pedesaan Rwanda. ApalagiLandcruiser warna krem ini menjadi satu-satunya kendaraan roda empat yang melintas selama dalam perjalanan hampir satu jam menuju pintu gerbangtaman nasional kebanggaan rakyat Rwanda ini.

Di sepanjang jalan tanah yang berwarna kemerahan dan berdebu ini,terpampang dengan jelas wajah pedesaan di Afrika Timur dengan rumah-rumah yang sangat sederhana dan terlihat kumuh.Selain itu kehidupan sehari-hari yang menarik dimana banyak orang yang berjalan kaki, naik sepeda atau pun naik motor. Sebagian pria tadi tampak keren berdasi sambil berjalan kaki atau bersepeda. Sementara para wanita tampa lebih meriah dengan pakaian khas afrika yang berwarna-warni.

Namun yang paling berkesan adalah sambutan anak-anak kecil yang setiap kali melihat kendaran kami tidak henti-hentinya melambaikan tangannya dengan riang gembira, Saya pun akhirnya membalas lambaian tanganmereka sambil tersenyum lebar. Anak-anak yang lugu dan ramah!

Sekarang saatnya menikmati “African Massage”, komentarIsaac sambil tersenyum ketikakendaraan kami melaju dan sekali-kali terbang di atas jalan tanah yang bergelombang. Goncangan-goncangan yang dirasakan membuat tubuh seakan-akan sedang dipijat oleh jalan yang tidak rata itu.

Pengembaraan di jalan yang bergelombang sambil menikmati pijat ala afrika ini tetap terasa sangat menyenangkan. Dan tidak terlupakan.Apalagi , Taman National kebanggan Rwanda dengan satwa liar khas Afrika nya telah menanti dan kumpulan zebra pun menyambut kendaraan kami seakan-akan mengucapkan Selamat Datang Ke Afrika dan nikmatilah pijatan khas ala Afrika.!

Ini, baru benar-benar Afrika!

Kigali, November 2012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun