Setiap saat Buto Cakil bertemu seorang kesatria, Cakil selalalu bertanya,
Hey ... Satria !! Siapa kamu, dari mana dan mau ke mana?
Pertanyaan Buto Cakil ini bukan basa basi, tapi super kritis dan dalam. Kok bisa? Begini.... ?
Pada level filosofis, pertanyaan SIAPA kamu itu bukan bertanya nama tetapi jatidiri manusia. Bagi orang Jawa, ini ajaran 'Sangkan parane dumadi'. 'Sangkan' itu asal, 'paran' itu tujuan, dan 'dumadi' itu maknanya menjalani hidup sejati. Dari Sang Pencipta kembali ke Sang Pencipta. Hidup itu cuma mampir ngopi. Ngopi yang baik dengan cara yang baik.
Dari perspektif kejiwaan, pertanyaan SIAPA kamu menuntut analisis. Jiwa manusia terdiri atas dua bagian jiwa. Yang pertama kesadaran, dan bagian yang kedua adalah bagian yang tidak dimengerti oleh kesadaran itu sendiri, dan ia disebut bawah-sadar (menurut Jung, Bapak Psikianalisis). Kesadaran melahirkan identitas diri (self-identity). Sementara jatidiri manusia yang sejati (true-self) dicapai ketika kesadaran, walau tidak mengerti, mengenali bawah sadar manusia. Pada makom seperti itu, manusia telah capai 'mandala' (manusia seutuhnya). Itulah 'true self'.
Bagaimana mengenali bawah sadar? Kesadaran tidak mengerti, namun ia bisa mengenali produk bawah-sadar, seperti intuisi (kesadaran tidak tahu dari mana, tiba tiba muncul), naluri yang memiliki otonomi dan sistem otomatis, firasat, dan gambaran visual (oleh indigo) atau mimpi. Ini pandangan Psikianalisis.
Analisis di atas, menurutku, kok cocok dengan pandangan orang Jawa. Bagi orang Jawa, sepertinya mereka menamai bawah sadar dengan simbol simbol. Kesadaran adalah egonya, sementara bawah-sadar dipahami firasat, ilham, dan nafsu manusia.Â