Pro dan kontra terhadap Pilkada langsung dan tidak langsung semakin menguat sebelum di sahkanya rancangan RUU Pilkada di DPR RI pada tanggal 25 September 2014. Perlu diketahui pilkada langsung ataupun tidak langsung kedua sistem ini telah dilaksankan dalam perjalanan pemilihan kepala daerah di negeri ini. Dalam kurun waktu reformasi sudah tiga kali mengubah hukum pemerintah daerah yaitu UU No 22 Tahun 1999 dimana DPRD mempunyai tugas dan wewenang untuk memilih gubernur /wakil gubernur, Bupati/wakil bupati. Wali kota/wakiwalikota serta memberhentikan gubernur / wakil gubernur, Bupati/ wakil bupati serta walikota/ wakil walikota. Karena dilihat dari sistem pilkada yag dilaksankan kurang aspiratif serta rawan money politik maka sistem pilkada diubah menjadi langsung sesuai dengan UU no 32 pasal 24 ayat 5 bahwa Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana yang dimaksud ayat 2 dan ayat 3 Dipilih Langsung oleh Rakyat di Daerah yang bersangkutan. Dan diperkuat dengan pasal 56 ayat I bahwa Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang diselenggarakan secara demokratis berdasarkan azas langung, umum bebas, rahasia jujur dan adil. Melihat secara saksama bahwa UU no 32 merupakan cikal bakal dari Pilkada langsung dimana tata cara pelaksanaanya mulai dari calon kepala daerah, lembaga pelaksana pemilihan kepala daerah sampai dengan pengawasan pelaksaan pemilu. Sementara posisi DPRD hanya meminta pertanggung jawaban KPUD sebagai lembaga pelaksana pilkada dijelaskan UU no 32 pasal 57 ayat 2. Selanjutnya untuk memberikan kebebasan bagi rakyat Indonesia yang tidak menjadi anggota partai (independen) untuk terlibat dalam pemilihan kepala daerah maka UU no 32 tahun 2004 diubah kembali dalam sistem pemilihan kepala daerah melalui UU no 12 tahun 2008.