amarah amarahku aku sedang memendam amarah tak terlampiaskan pada larik-larik puisi heroik karena mulutku telah kelu berucap jemariku kaku menorehkan pena amarahku membara amarah yang sama dengan dewi drupadi tatkala kesuciannya tergadai dari meja judi suaminya menggelegak bak kawah candradimuka yang mendidih bagaimana mungkin kala tangis pilu rakyat membahana negeri kala bencana meluluh-lantakan negeri sang pemimpin benyanyi ria sang pemimpin meminta curahan hatinya dibaca rakyat terlalu menderita tuk sekedar mendengarkan kegalauannya rakyat terlalu nelangsa tuk sekedar ucap prihatin atas kesedapan ngerinya duhai... negeri apakah ini? negeri yang telah porak-poranda oleh sebagian wakilnya yang culas karena uang negeri yang merintih karena pemimpinnya terlampau sering meratapi nasibnya negeri yang berada di ujung kehancuran tatkala petingginya hanya memikirkan perutnya sendiri ingin berontak namun tak berdaya aku hanyalah hina dina yang menahan amarah di sebalik kabut sumbing yang kian membisu oleh mendung lalu aku tatap negeriku sesak menyesak ruang dada negeriku berduka negeriku menangis
KEMBALI KE ARTIKEL