Sakit? Memang.
Aku mencoba selalu tak melihat dari sisi aku.
Aku mencoba memahami bahwa rasamu yang ada tak mampu lagi untuk dibendung sehingga membutuhkan orang lain untuk berbagi.
Aku tahu itu dan aku sangat paham.
Aku mencoba memahami bahwa khilaf bisa selalu hadir kapanpun. Entah saat kau dan kita berbicara, entah saat kau dan kita saling berjanji untuk saling kembali, entah saat kau melibatkan gerak untukku untuk mewakili kata yang hendak kamu ucapkan.
Aku terhenyak mendengar semuanya.
Bagaimana bisa?
Aku diam sesaat lalu menangis.
Menyesal? Untuk apa?
Rasa sesal memang selalu datang ketika apa yang pernah kita berikan ternyata tidak selalu seperti yang dia butuhkan.
Sesal tidak pernah bisa mengubah apa yang telah terjadi.
Perbedaan, jelas ada karena kita memang diciptakan berbeda.
Kesamaan, bukanlah jaminan kita untuk satu.
Ketika apa yang aku nantikan hadir.
Ketika aku harus melepaskan dan mengikhlaskan apa yang telah lama aku nantikan.
Ketika aku harus tersenyum walau kenyataan memaksaku untuk menangis.
Ketika aku sendiri,,adakah kamu?
Ketika aku menangis,,hadirkah kamu?
Ketika aku jatuh,,siagakah kamu?
Tidak.
Saat aku benar-benar merasa pedih karena luka, tahukah kamu?
Saat aku benar-benar butuh sandaran, kemanakah kamu?
Semuanya buatku sadar bahwa cintaku untukmu tidaklah kekal. Tidaklah abadi. Berlembar kertas kuhabiskan tuk sekedar menggoreskan kata, berbagi luka, berharap apa yang telah kita lewati bisa abadi walau hanya dalam cerita.
Semuanya buatku sadar bahwa kata tidaklah abadi seperti halnya cerita.
Rasa butuh akan kehadiran orang lain kadang menenggelamkan semuanya. Semua yang pernah kamu ucapkan, tinggal kata.
Lama. Tak berubah. Tak ada lagi harapan seperti halnya dulu.
Sekarang, rasaku berubah.
Dulu, memang.. Aku pernah mencintaimu.
:)
nb: Semoga kehadirannya bisa membuat kamu lebih semangat, lebih bahagia. Aku turut bahagia. Doa agar kamu bahagia selalu aku panjatkan di setiap shalatku. Doa agar dia bisa menjadi yang terbaik untukmu, selalu.
Aku..
Pernah mencintaimu :)