Moncrot dengkulku. Saya sih nggak mau buru-buru menyalahkan Mbak Puan dan ambisinya mendapatkan suara. Tapi tim suksesnya itu lho. Tim huhu haha-nya, kok ya ndak paten blas. Ndak bisa melihat situasi.
Kan bisa to, minimal uang untuk nyetak dan masang baliho-baliho itu dicairkan jadi sembako lalu dibagikan. Dibungkusnya pakai goodie bag bergambar atau bertuliskan 'Ketua DPR RI PUAN MAHARANI'. Kan lebih manusiawi. Lebih ngajeni.
Lha ini kok baliho, pakai tulisan 'tangismu tangisku, ceriamu ceriaku'. Weleh! Sudah ndak bermanfaat, tulisannya ndak menarik, bikin sepet mata pula. Orang-orang di sana itu sedang pusing mikirin hidupnya yang seketika direnggut oleh bencana, lho.
Dulu ketika baliho Kepak Sayap Kebhinekaan itu merajalela, di tengah pandemi, itu juga kan juga nir empati. Coba deh dipikir, darimana rakyat akan benar-benar masrahke suara untuk seseorang yang seperti itu? Saya berdoa semoga benar-benar bukan Mbak Puan sendiri yang meminta seperti itu.
Cucu proklamator itu harusnya punya sikap yang Pancasilais. Sesederhana datang ke lokasi, tanpa fafifu-wasweswos, mengulurkan tangan. Sapa mereka, tanyakan apa kebutuhannya. Panjenengan kan punya jabatan sebagai ketuanya wakil rakyat. Kok malah merongrong penderitaan rakyat.
Atau kalau memang sibuk ngurusin fafifu-wasweswos di Nusantara sana, panjenengan bisa hadir secara materi. Ya itu tadi, dengan memberikan bantuan. Kader-kadernya diperintah untuk 'ngintel', cari tahu apa kebutuhan mereka di sana. Lalu datangkan. Misalnya, makanan enak satu truk.
Begitu kan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia plus Kemanusiaan yang Adil dan Beradab lebih terimplementasikan. Ndak sekadar dilafalkan dan dihafalkan. Soalnya urusan hafal dan melafal itu levelnya anak SD.
Sedih lagi ketika baca dari petinggi partai moncong putih yang menyebut pemasangan baliho itu dianggap untuk memberi semangat. Ya Allah, kenapa nggak sekalian diturunin cheerleader aja. Dagelan tenan.
Kalau mau memberi semangat, motivasi, atau sekadar hiburan ya berilah yang semestinya. Mereka di sana mungkin sekarang butuh hiburan musik. Anak-anaknya butuh mainan. Bapak-bapaknya butuh kopi-catur-kartu remi. Ibu-ibunya butuh dikasih skin care-daster baru. atau apalah.
Saya tuh gemes banget. Kepengin bangga ada kader perempuan yang merangsek naik di level tertinggi perpolitikan yakni bursa Capres. Tapi kalau modelannya begitu, saya harus mikir berulangkali untuk memberikan suara saya yang sangat berharga itu.
Jika pun saya harus memberikan suara, orang itu harus benar-benar tulus mengabdikan diri, mewakafkan diri untuk rakyat. Orang itu harus paham dengan apa yang dirasakan rakyat. Punya rasa kemanusiaan tinggi dan itu ditunjukkan dengan laku-nya.
Saya berharap partai moncong putih benar-benar memperhatikan kader-kadernya. Buka mata selebar-lebarnya dan singkirkan kepentingan pribadi. Apapun itu. Sehingga mata kalian tidak silap dengan haus kekuasaan, ambisi, dan ego pribadi.
Salam sehat.