Aku duduk di sudut kafe yang sepi, menatap ke luar jendela yang dipenuhi titik-titik hujan. Suara gemuruh dari jalanan di luar tampak jauh, seperti suara-suara yang pernah kurasakan begitu dekat, tapi kini terasa asing. Di depanku, secangkir kopi hitam yang sudah dingin. Dan di depannya, adalah Mirna.
KEMBALI KE ARTIKEL