Minggu (17/12) kemarin saya menghadiri acara resepsi seorang teman kuliah saya. Tidak ada ekspektasi dan tujuan khusus selain untuk ikut menyemarakkan hari bahagia teman saya itu, tidak sampai saya tiba di lokasi. Ketika saya tiba, kedua mempelai diikuti dengan jejeran rombongan keluarga sedang bersiap untuk arak-arakan prosesi masuk ke aula. Semua pihak keluarga dan kerabat mengenakan busana adat Jawa (beskap) dengan gaya Solo. Saya langsung memegang tangan teman
njagong saya, bukan untuk berdebat apa kah kami boleh masuk ke dalam aula terlebih dahulu, tapi untuk membisikkan tentang banyaknya orang yang mengalami 'gagap budaya' di sana.
KEMBALI KE ARTIKEL