.
Tiga perjalanan kereta lewat sudah. Belum ada yang memanggilnya dan menanyakan kalimat ajaib, "Ke Pasar Klewer berapa, Pak?"
.
Saat mendekatinya, hanya untuk mengajaknya berbincang, ku pikir dia akan menimpukku dengan kata-kata ketus. Tapi tidak. Aku salah. Dia tersenyum menyambut. Dia membuka tangannya lebar, menyilahkan aku duduk di salah satu bangku kayunya. Bangku itu berderit saat kakiku melangkah.
.
Namanya Warsidi. Garis takdirnya tak seberuntung orang-orang. Dia belum menikah di usia 50 tahun. Tapi dia bahagia. Kebahagiaan datang padanya setelah ia memutuskan berhenti dari kecemasan disebut jejaka tua tak laku kawin.
.
Meski tak beristri, dia punya kekasih gelap. Gelap bukan istilah. Gelap itu untuk menyebut warna kulit kekasihnya, Erina, yang memang berwarna gelap kecoklatan. Erina punya rambut lebat yang berkilau diguyur sinar mentari.
.
Erina sempurna, sangat sempurna untuk dijadikan kekasih. Dia tak banyak menuntut. Rp 15.000/hari cukup baginya untuk biaya makan dan merawat diri.
.
Jangan heran jika Warsidi rela membagi separuh penghasilannya seharian yang hanya Rp 30.000, untuk Erina, karena dia kekasih yang sempurna. Warsidi ikhlas menyantap hanya satu bungkus nasi kucing agar Erina cukup makan.
.
Erina, kuda betina yang molek, berusia enam tahun, dan memiliki anak dua tahun, Cinta Laura. Setiap pagi, Warsidi ke pasar membeli daun kacang (rendeng) untuk sarapan sepasang ibu dan anak itu. Sesekali dia tambahkan bekatul agar Erina, juga Cinta, tumbuh dengan baik dan cukup gizi. Setiap pagi pula, dia gosok kulit dan dia sikat rambut kedua kuda betina tersebut. Rambut yang indah itu tak boleh sedikitpun ternodai oleh debu atau kotoran lain.
.
Jadi Erina dan Cinta Laura adalah kuda? Iya. Kenapa? aneh ya? Ahh, menurutku tidak. Tidak ada keanehan dalam membagi kasih sayang.
.
Itulah cara kusir andong Warsidi mencurahkan kasih sayangnya. Apa yang salah dengan menyayangi kuda, jika kasih sayang membuat lelaki 50 tahun itu bahagia? Semua orang membutuhkan cinta dan ingin menyampaikannya. Jika Erina dipilih Warsidi sebagai curahan cintanya, tak boleh ada yang murka, kecuali dia melampaui batas. ***