Bagaimana dengan Surabaya? Surabaya adalah kota terpadat kedua di Indonesia, tentu saja setelah ibukota, Jakarta. Tempat kedua itu diraih setelah jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa,dengan luas wilayah sebesar 374,36 km2. Surabaya mengalahkan Kota Bandung yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat.
Penduduk yang terus bertambah ini akan berdampak langsung terhadap pembangunan Kota Surabaya sebagai kota Metropolitan. Dampaknya dapat berupa dampak negatif maupun positif, hal itu tergantung kita menyikapinya. Apakah kita akan tetap diam saja?mengingat lahan di Surabaya semakin habis sedangkan warganya terus beranakpinak. Beralihlah ke hunian vertikal! Sadarilah bahwa dunia kita semakin sempit dan kita butuh berpikir kritis dan bertindak.
Banyak pembangunan rumah susun di Kota Surabaya, namun ternyata pembangunannya berjalan di tempat. Para pengembang kurang berminat membangun apartemen rusunami bagi masyarakat ekonomi bawah karena harga lahan tanah di perkotaan yang mahal, sementara nilai jual rumah susun masih dipatok dengan harga maksimal hanya Rp 144 juta per unit. Harga ini tergolong murah pada jaman sekarang ini. Tapi mengapa proyek ini terkesan jalan di tempat? KITA! Karena kurangnya minat warga Surabaya pada hunian vertikal, itulah yang membuat pengembang berpikir beberapa kali sebelum menerima perintah Menteri Negara Perumahan Rakyat untuk membangun Rusunami di Surabaya.
Padahal, bila pembangunan dapat rumah susun dapat didukung, maka permasalahan kependudukan di Surabaya dalam hal hunian akan terminimalisir, tinggal kesadaran kita akan masa depan anak cucu kita.apakah anda rela mereka akan tinggal di daerah-daerah yang Dengan harga yang terjangkau, fasilitas disediakan pemerintah setempat, masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah dapat menikmatinya, takperlu lagi tinggal di stren kali, slum area, hunian ilegal atau bahkan informal, Kota Surabaya menjadi lebih teratur, indah, dan menjadi kota metropolitan yang sebenarnya.
Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi??