Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Bertemu Paman dan Bibi

29 Agustus 2023   13:42 Diperbarui: 29 Agustus 2023   13:43 193 11
Bertemu Paman dan Bibi

Menggapai Harapan-15

@Cerpen

Sembari mengunyah makana kecil, Jingga menikmat pemandangan sepanjang jalan.

Perjalanan jauh membuat keluarga Paman Sita terasa lelah. Akhirnya mereka sampai juga.

"Bu, apa kita sudah sampai? Tanya Jingga sembari netranya memendar sekitar rumah Sita. Rumah sederhana terlihat diam membisu seperti tidak ada penghuninya.

"Ayo Nak, turun kita sudah sampai," perintah Bu Mirna.

Rasa rindu kian membuncah. Lebih kurang lima tahun mereka tidak berjumpa. Pekerjaan yang selalu menyibukkan mereka hingga tidak berkunjung.

Melihat rumah sederhana adik iparnya, netra Bu Mira sembab.

"Maafkan kami dik Maya, kami terlalu sibuk bekerja, lama tidak berkunjung," Bu Mirna bermonolog di benaknya.

Bu Mirna mengetuk pintu sambil memberi salam.

"Selamat siang dik, kami datang dari jauh," Bu Mirna memanggil.

Namun, tidak ada jawaban.

***

"Bu, Sita pulang duluan ya sudah sore, Sita akan menyiapkan makan malam," tutur Sita.

Dia pun membenahi peralatannya.

"Hati-hati ya Nak," pesan ibu  Sita.

Senja akan tiba, tampak warna jingga menghiasi persada. Sita mempercepat langkahnya. Dia tidak tahu kehadira keluarga Pamannya.

Sesampai di rumah, Sita tersentak melihat mobil terparkir di halaman rumahnya.

"Siapa ya yang datang, aku tidak mengenal mereka? gumamnya heran.

Seorang ibu setengah baya menghampiri Sita.

"Nak, Bapk/ibumu belum pulang? Tanya Bu Mirna.

"Maaf Tante, tante ini siapa ya? tanyanya memberanikan diri.

Sita tidak mengenal tamunya yang datang hingga ia memberanikan diri untuk bertanya. Paman dan Bibinya tersentak mendengar pertanyaan dari keponakannya.

Wajar memang pertanyaan itu dilontarkan kepada mereka karena, setelah Sita besar mereka tidak pernah lagi bertemu. Dulu, sudah lama sekali mereka berkunjung ke rumah adik iparnya. Saat itu Sita baru berusia 7 tahun.

"Nak, ini Pamanmu dan saya adalah Bibimu Nak," tutur Bu Mirna lirih.

Matanya sembab menahan air bening yang akan terjatuh di pipinya. Bu Mirna memeluk keponakannya.

"Maaf Paman dan Bibi Sita tidak tahu," ucapnya jujur.

Sita pun gegas membuka pintu rumahnya.

"Paman, Bibi dan Mbak, silakan masuk, sebentar aku panggil Bapak dan Ibu," pinta Sita dengan sopan.

Jingga merasa tidak nyaman duduk di kursi yang terlihat kusam. Dia sangat gelisah seperti cacing kepanasan.

"Bu, kita tidak menginapkan Jingga tidak akan bisa tidur bila keadaanya seperti ini," sanggahnya dengan wajah murung.

"Nak, kamu tidak boleh seperti itu, ini rumah bibimu," Bu Mirna menasihati anaknya dengan lembut.

Sembari menunggu adik iparnya, Bu Mirna melihat foto yang terpajang di dinding. Foto lama keluarga suaminya. Narto suaminya masih terlihat muda. Narto hanya dua bersaudara. Kini kedua mertuanya sudah tiada. Namun, kehidupan mereka sangat jauh berbeda. Ibu Sita tinggal bersama ibunya, nenek Sita.

Kini mereka tinggal di rumah peninggalan orang tuanya. Rumah sederhana tetapi bersih walau perabotannya sudah terlihat buram. Sawah milik orang tuanya sudah habis terjual untuk biaya kuliah anaknya Narto. Karena, sawah orang tuanya sudah tidak ada lagi, sehingga Ayah dan Ibu Sita bekerja pada Juragan Tanah sebagai buruh tani untuk menghidupi keluarganya.

Sedang asyik memandangi foto di dinding, terdengar langkah kaki yang semakin dekat. Pintu dapur berbunyi.

Klek, keeer.

"Eh, Mbak, Mas, apa khabar? Maaf lama menunggu," ungkap Ibu Sita sembari menyalami Saudaranya yang datang.

Sebentar Mas, Mbak aku membersihkan tubuh dulu," jelasnya.

Bapak Sita yang menemani paman dan bibinya bicara.

Ibu Sita menghampiri anaknya.

"Nak, tolong buatkan minuman untuk paman dan bibi serta mbakmu," titah Ibu Sita. Dia pun gegas ke dapur memhuatkan minuman. Ibu Sita bergegas membersihkan tubuhnya. Wangi sabun mandi dan sampo menyeruak hingga ke ruang tamu saat Ibu Sita keluar dari kamar mandi. Usai mandi Bu Sita masuk ke kamar merapikan rambutnya. Kini Ibu Sita terlihat rapi dan segar. Dia pun menghampiri kedua kakak dan keponakannya lalu memanjakan bokongnya di kursi.

Tetiba Bapak Sita beranjak dari kursinya.

"Saya tinggal dulu Mas, Mbak, saya juga mau membersihkan tubuhku."

Ibu Sita sudah terlihat lebih tua padahal usianya 4 tahun di bawah Mas Narto.

Bersambung....
Jakarta, 29 Agustus 2023

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun