Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Sang Panglima Besar

21 November 2021   12:26 Diperbarui: 21 November 2021   13:05 217 1
Soedirman atau yang dikenal dengan Raden lahir di Kota Purbalingga pada tanggal 24 Januari 1977 Soedirman merupakan anak dari pasangan Karsid Kartawiraji dan Siyem. Karsid merupakan pekerja di perkebunan tebu. Namun sayang di sana terdapat pengurangan pekerja sehingga membuat karsid dengan pekerjaannya karena keterbatasan ekonomi.

Kemudian Karsid membawa istrinya Siyem dari desa ke desa kabupaten Rembang untuk menemui asisten wedana (camat) yaitu R. Tjoktosunaryo. Tujuan orang tua Soedirman adalah untuk mencari pekerjaan karena mereka merasa hidup mereka kekurangan.

Kedatangan orang tua Soedirman disambut hangat oleh R. Tjokrosunaryo, dan mereka mendapatkan pekerjaan untuk membantu R. Tjokrosunaryo. Bahkan, masih ada hubungan keluarga antara ibu Sudirman dengan R. Tjokrosunaryo, dan kakak tertua Siyem (ibu Sudirman) menikah dengan R. Tjokrosunaryo. Jadi ibu Sudirman adalah adik ipar R. Tjokrosunaryo.

R. Tjokosurnaryo sendiri memiliki tiga istri yang tinggal dalam satu rumah tetapi tidak memiliki anak. R. Tjokrosunaryo memohon kepada kedua orang tua Soedirman agar bisa tinggal bersama. Bahkan pemberian nama Soedirman merupakan pemberian dari T. Tjokrosunaryo. Akhirnya orang tua Soedirman pun mengabulkan permohonannya, ia sangat senang karena menyayangi Soedirman sebagaimana orang tuanya menyayangi nya.

R.Tjokrosunaryo mengangkat Soedirman sebagai anaknya setelah pensiun dari camat pada tahun 1916 dan pindah ke Cilacap. Dua tahun kemudian lahirlah adik soedirman yang bernama samingan namun tak lama dari itu ayah Soedirman meninggal dunia, ibunya menikah lagi sembari pulang ke kampung halaman nya. Namun Soedirman dan adiknya tetap tinggal bersama R. Tjokrosunaryo.

Di Cilacap keluarga R. Tjokrosunaryo bergaya hidup yang sederhana berbeda pada saat ia menjadi camat. Pada usia 7 taun Soedirman mulai memasuki dunia pendidikan yang dimana ia bersekolah di Hollandsche School (HIS) setingkat SD di Cilacap. Tak lupa R. Tjokrosunaryo pun mengajari Soedirman bagaimana cara membagi waktu belajar, bermain, mengaji dan juga cara menjaga sopan santun. Setelah lulus Soedirman melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) yang setingkat dengan SLTP. Satu tahun kemudian Soedirman tamat Perguruan Parama Wiwaro Tomo pada tahun 1935. Soedirman termasuk orang yang cerdas, ia selalu aktif dalam pelajaran dan menunjukkan minatnya seperti pintar berbahasa Inggris, sejarah dunia, agama, dll.
"Teman, lihat si Dirman tekun sekali belajar agama. Ayo kita sebut dia haji saja hahaha". Ujar teman Soedirman kepada teman yang lain.

Kesadaran akan pentingnya berorganisasi dalam mengembangkan ilmu agamanya Sudirman muda aktif berorganisasi di Muhammadiyah, dalam organisasi Muhammadiyah beliau pernah menjadi pemimpin Hazel Wathon dan kepanduan Muhammadiyah daerah Banyumas. Bagi Soedirman berorganisasi adalah pengabdian bukan tempat mencari penghidupan beliau kadangkala mengutamakan kepentingan organisasi daripada keluarga karena itulah kendati menjadi pemimpin rumah tangganya serba kekurangan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi generasi muda. Dalam organisasi ini Soedirman mulai mengeluarkan bakat bakatnya seperti menjadi pemimpin yang disiplin serta bertanggung jawab.
"Udara dimalam hari sangat dingin, bagaimana kalo kita pindah ke pemukiman penduduk?". Ucap salah satu teman Soedirman.
"Baiklah ayo kita pergi". Jawab teman yang lain.
"Kalian saja, aku akan tetap tinggal di tenda". Jawab Soedirman.
Keesokan harinya
"Mengapa semalam kamu tidak ikut bersama kami? Padahal udara di malam hari sangat dingin". Tanya teman Soedirman.
"Kita harus membiasakan diri, oleh karena itu tujuan kita disini adalah belajar bagaimana cara agar untuk bertahan hidup di masa-masa yang sulit". Ucap Soedirman.
Teman-teman Soedirman pun kaget dengan apa yang diucapkan ternyata ada benarnya.

Tahun 1934, R. Tjokrosunaryo meninggal dunia, sebelum meninggal ia menjelaskan kepada Soedirman bahwa Soedirman adalah anak angkatnya. Hal tersebut tidak menjadi beban karna Soedirman menyayangi kedua orang tuanya dan juga R. Tjokrosunaryo yang dimana telah berjasa karna menyekolahkan Soedirman dan mengajari banyak hal.

Setelah lulus Soedirman menjadi guru di HIS, selain menjadi guru ia juga tetap aktif dalam organisasi Hazel Watson. Pada tahun 1936 Soedirman menikah dengan Siti afifah yang sudah kenal di Parama Wiwaro Tomo. Dari pernikahan tersebut Soedirman dikaruniai 7 orang anak yang bernama Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, Ahmad Tidarwono, Didi Praptiastuti, Didi Pudjiati, Didi Sutjiati, Taufik Effendi, Titi Wahjuti Satyaningrum.

Seiring berjalannya waktu menjelang masa penjajahan Jepang Hai Sudirman terpaksa melepaskan pekerjaan yang dicintainya sebagai guru saat itu situasinya tidak memungkinkan dalam menjalankan pendidikan karena semua orang terpusat pada serangan Jepang.

Setelah awal penjajahan Jepang Soedirman berhasil membuka kembali sekolah Muhammadiyah. Dan bersama dengan teman-temannya Soedirman membuka koperasi dagang yang diberi nama Perbi dan diketuai oleh dirinya sendiri. Melalui koperasi tersebut Soedirman menjual bahan pokok untuk masyarakat dengan harga terjangkau yang relatif murah. Dari koperasi tersebut akhirnya orang lain pun membuka koperasi di beberapa tempat di Cilacap. Namun, beberapa orang mencoba mencari keuntungan nya sendiri dan berlomba untuk mengalahkan lawannya. Melihat kejadian tersebut akhirnya Soedirman berinisiatif untuk mengadakan rapat.
"Pada rapat hari ini kita akan membahas tentang koperasi, yang dimana seharusnya kalian membantu rakyat bukan hanya mencari kepuasan sendiri Oleh karena itu kalian tidak boleh egois dan mementingkan kepentingan pribadi". Ucap Soedirman dengan tegas.

Para pengurus koperasi sangat malu mendengar ucapan Soedirman, akhirnya mereka bersatu dan diberi nama Persatuan Koperasi Indonesia Wijayakusuma.

Pada tahun1943 pemerintah Jepang mengangkat Soedirman menjadi anggota Shung Shakai Banyumas karena kecakapan nya dalam memimpin organisasi. Pada bulan Oktober 1943 Jepang membuat organisasi Pembentukan Tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan Soedirman diminta untuk bergabung mengikuti latihan di Bogor. Selesai pendidikan soedirman dilantik menjadi daidanco (Komandan Batalyon) disinilah Soedirman memulai menjadi seorang prajurit.

Bawahan Soedirman sangat mencintainya dikarenakan ia sangat peduli tentang kondisi para prajuritnya. Setelah pemberontak bulan Februari Jepang mulai melakukan pengawasan terhadap perwira PETA yang dianggap berbahaya.

Soedirman dan perwira yang dianggap berbahaya, dipanggil ke Bogor pada bulan Juli 1945 dengan alasan akan mendapat latihan lebih.  Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang telah menyerah kepada sekutu sehingga upaya membunuh Soedirman dan perwiranya belum terlaksana.

Soedirman berada di Kroya saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Esok hari tepatnya tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA. Setelah pengumuman pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Soedirman mulai menghimpun dan mengumpulkan kekuatan BKR.

Mr. Iskaq Tjokoadisurjo bersama Residen Banyumas dan tokoh lainnya melakukan perebutan dari Jepang dengan damai. BKR Banyumas menjadi salah satu yang memiliki senjata paling lengkap karena Komandan Bataylon Tentara Jepang Mayor memberikan senjata yang cukup banyak. Namun sebagian senjata tersebut diberikan ke Jawa barat dan tempat lain di Indonesia.

Karena kiprahnya yang sangat baik dan bisa meredam secara elegan dalam peristiwa pemberontakan peta pada tanggal 25april 1945 Soedirman semakin mendapatkan respect yang tinggi termasuk dari tentara Jepang Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia setelah Jepang menyerah dari Sekutu dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan Soekarno menginisiasi berdirinya tentara keamanan rakyat atau BKR sekaligus penyempurna dari BKR atau badan keamanan rakyat.

Pasukan Inggris di Semarang pada tanggal 19 Oktober 1945 datang untuk membebaskan tentara Belanda yang menjadi tawanan Jepang di Magelang. Namun pasukan Inggris tidak mau meninggalkan kota sehingga membuat munculnya perang.

Tentara Inggris diam diam menyelinap dari Magelang menuju ke Ambarawa namun mereka dikejar oleh pasukan TKR atau dulu dikenal dengan sebutan BKR. Awal pertempuran ini dipimpin oleh Letnal Kolonel Isdiman Suryokusumo, komandan Resimen TKR Banyumas yang merupakan tangan kanan Panglima Besar Soedirman yang dimana pada saat itu ia menghadiri konferensi TKR di Yogyakarta.

Dalam pertempuran tersebut Letnan Kolonel Isdiman Suryokusumo tewas.
"Saya sangat sedih Letnan Kolonel harus tewas karena ia adalah salah satu perwira terbaikku. Mulai detik ini saya akan terjun langsung ke lapangan". Ujar Soedirman dengan mata kesedihan.

Soedirman mengadakan rapat pada tanggal 11 Desember 1945 dengan para Komandan sektor TKR dan Laskar.
"Posisi lawan sudah mulai menurun, ini adalah kesempatan untuk kita menghancurkan lawan dari Ambarawa''. Ucap Soedirman dengan penuh semangat.

Selanjutnya pada tanggal 12 Desember 1945 tepatnya pukul 04.30 dini hari serangan mulai diluncurkan, perang pun terjadi di Ambarawa.

Dalam pertempuran yang sengit ini, Soedirman menarik taktik yang dinamakan "Supit Urang" sehingga musuh benar-benar terkurung. Setelah berperang 4 hari 4 malam, akhirnya  musuh mulai mundur ke Semarang. Perang tersebut akhirnya selesai pada tanggal 15 Desember 1945 dengan kemenangan di tangan rakyat Indonesia.

Kemenangan ini telah membuktikan bahwa Soedirman mempunyai kemampuan untuk menjadi panglima perang yang tangguh. Kejadian ini telah diabadikan dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa yang diperingati setiap tahunnya oleh TNI AD sebagai Hari Infanteri atau Juana Kartika

Kegigihan Soedirman membuat ia menjadi panglima besar oleh para divisi dan Komandan Resimen. Setelah dipilih akhirnya pangkat Soedirman adalah menjadi Jenderal.

TNI memperkirakan bahwa Belanda bisa saja sewaktu-waktu menyerang RI, namun tidak lama kemudian perkiraan tersebut terjadi. Belanda kembali melancarkan agresi militer nya yang kedua. Pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan Belanda mulai menyerang dari ibukota dan bergerak ke seluruh wilayah Indonesia. Sebelum jatuhnya Yogyakarta pada jam-jam terakhir, Soedirman menghadap presiden.
"Pasukan TNI siap memulai rencana, termasuk mengungsikan para pimpinan nasional". Lapor Soedirman yang ketika itu ia sedang sakit, namun tetap memaksakan dengan penuh semangat.
"Kamu sebaiknya diam saja di kota, sambil menyembuhkan sakit mu". Jawab presiden Soekarno.
"Tidak pak, saya akan tetap ikut serta mengikuti perjuangan ini karena tempat saya yang terbaik adalah di tengah-tengah anak buah saya". Ucap Soedirman dengan yakin.


Menghadapi Agresi Militer II Belanda, Soedirman segera mengeluarkan perintah kilat I/PB/D/48 yang isinya angkatan perang Belanda telah menyerang kota Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948 dari lapangan terbang Mugowo. Pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan genjatan senjata, semua angkatan perang menjalankan rencana untuk menghadapi serangan Belanda.

Di hari itu juga Jenderal Soedirman meninggalkan Yogya dan memimpin perang Gerilya yang berlangsung 7 bulan lamanya. Ia melakukan perjalanan nya dengan naik turun gunung, memasuki hutan, berpindah-pindah tempat jadi tak heran bila mereka kekurangan makanan selama berhari-hari. Ditambah dengan tentara Belanda yang melakukan pengejaran karena ingin menangkap nya.

Belanda mengira bahwa mereka telah menghancurkan negara RI karena berhasil menguasai Yogyakarta dan menawan presiden berserta wakilnya. Namun ternyata dugaan tersebut keliru.
"Kurang ajar! Kita telah menangkap Soekarno dan menduduki ibukota tersebut tapi ternyata belum runtuh juga!". Gerutu seorang tentara Belanda
"Oh.... Rupanya selama ini Soekarno telat menyerahkan mandat pemerintah kepada menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera serta Soedirman dan panglima besar nya tetap utuh, mulai sekarang kita kejar saja itu soedirman". Jawab salah satu tentara Belanda.

Soedirman dengan sifat yang pantang menyerah membuat ia mengkaji semua kekalahan dan kesalahan secara mendalam. Organisasi TNI pun segera diperbaiki. Para pemikir seperti T.B. Simatupang, A.H. Nasution akhirnya menemukan strategi yang dijabarkan dalam sistem Wehrkreise.  Yang artinya lingkungan pertahanan dan keamanan daerah. Sistem ini dipakai sejak dari pertahanan pulau sampai daerah yang masing-masing komandan diberi kebebasan seluas-luasnya untuk mengembangkan perlawanan. Wehrkreise kemudian disahkan penggunaan nya dalam surat pemerintah Siasat No.1 yang ditandatangani oleh panglima besar Soedirman pada bulan November 1948.

Setelah melakukan perjalanan yang panjang hingga keluar masuknya hutan untuk menghindari serangan Belanda sejak tanggal 1 April 1949, jenderal Soedirman menetap di Dukuh Sobo, Desa Pakis, Kecamatan Nawangan, Pacitan, Jawa Timur. Panglima besar tetap mengeluarkan perintah untuk TNI maupun rakyat saat di Gerilya.

Pada tanggal 7 Mei 1949 ditandatangani perjanjian Royen-Royen, berdasarkan perjanjian ini presiden dan wakil presiden serta pejabat RI yang ditawan Belanda di Pulau Bangka akhirnya dikembalikan ke Yogyakarta.

Setelah melakukan Gerilya selama beberapa bulan, Jenderal Soedirman kemudian diminta untuk kembali ke Yogyakarta namun ia menolaknya. Akhirnya pemerintah meminta jasa baik kolonel Gatot Subroto, Panglima divisi 11 yang akrab dengan Jenderal Soedirman bahkan ia menyebut Soedirman dengan sebutan "adik".

Soedirman menerima surat yang ditulis oleh Gatot Subroto, yang sebagaimana isi surat tersebut adalah :
Saya paham mengenai pendirian adik, namun kehadiran adik di Surabaya juga sangat diperlukan. Adik seharusnya menjaga kesehatan sendiri, jangan lupa untuk beristirahat dan jangan bekerja terlalu berat juga. Jangan sampai adik mati konyol, bagaimana cita-cita adik tercapai, bagaimana cara adik memperjuangkan perjuangan tersebut itu tidaklah mudah. Meskipun buahnya tidak dapat dipetik namun melihat pohonnya subur kita merasa senang dan mengucapkan banyak terimakasih kepada Yang Maha Kuasa. Inilah pertama kali saya selaku saudara tua adik minta ditaati.....
Begitulah sekiranya isi surat tersebut.

Setelah membaca surat tersebut akhirnya Soedirman pun kembali ke Yogya bersama rombongan nya pada tanggal 10 Juli 1949.

Di sepanjang jalan, rakyat menyambut kedatangan Soedirman. Mereka berharap dapat melihat Soedirman yang dimana ia lebih memilih di Gerilya dibandingkan dengan hanya diam di tempat tidur untuk beristirahat. Kedatangan tersebut disambut dengan parade militer. Melihat tubuh Soedirman yang kurus dan pucat membuat para anggota TNI meneteskan air mata melihat keadaan fisik Panglima Besar seperti itu membuat perasaan kagum dan haru menjadi satu.

Selama di Gerilya keadaan Soedirman sangat menurun, dan beberapa kali juga Soedirman jatuh pingsan. Setibanya di Yogyakarta keadaan Soedirman di cek kembali, ternyata paru paru yang tinggal sebelah sudah terjangkit penyakit. Panglima besar pun harus beristirahat total karena keadaan fisiknya di rumah sakit Panti Rapih.

Soedirman menulis surat permohonan diri untuk meletakkan jabatannya sebagai panglima besar dan mengundurkan diri kldari dinas ketentaraan kepada presiden Soekarno pada tanggal 1 Agustus 1949. Namun surat tersebut tidak dikirimkan karena akan timbul perpecahan. Surat tersebut terkenal dikarenakan isi surat tersebut yaitu :
"Satu-satunya hak yang tetap utuh dan tidak berubah-ubah adalah Angkatan Perang Republik Indonesia atau TNI dan itu adalah milik Nasional Kemerdekaan Republik Indonesia".
Sementara itu keadaan sang panglima besar semakin memburuk, sehingga harus beristirahat di Pesanggrahan Militer Magelang.

Tanggal 29 Januari 1950, saat berusia 34 tahun kurang sembilan hari Soedirman menghembuskan nafas terakhir nya dikarenakan penyakit nya kambuh kembali. Berita tentang wafatnya Jenderal Soedirman ini tersebar luas melalui radio, Soedirman dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun