Pendidikan karakter dalam konteks ini bertujuan untuk membentuk kepribadian spiritual dan sikap siswa. Namun, tantangan besar muncul dalam pendidikan karakter di era globalisasi saat ini. Meskipun teknologi informasi terus berkembang, terdapat dampak negatif seperti kemungkinan penurunan daya tahan tenaga pendidik terhadap kemajuan IPTEK tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan dihadapkan pada kesulitan dalam membentuk kepribadian berbasis kepercayaan teologi, ideologi dan budaya para siswa. Beberapa metode dalam upaya memperkuat karakter sudah dicoba, seperti metode habituasi yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai karakter menggunakan pendekatan teologi (Islam) pada generasi muda. SMA Al-Islam Surakarta merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menerapkan pendekatan habituasi dalam pembentukan karakter Islam siswanya. Penelitian kualitatif lapangan tersebut menyelidiki penerapan pendekatan habituasi dalam pengembangan karakter Islam di SMA Al-Islam Surakarta. Dalam konteks ini, pendidikan karakter menjadi krusial untuk menanggulangi dampak teknologi terhadap norma dan moral generasi muda.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang cepat, penting bagi pendidikan karakter untuk tetap menjadi fokus utama dalam pendidikan di era digital ini. Maraknya penggunaan teknologi dan media sosial, siswa dituntut untuk memiliki karakter yang baik agar mampu menyaring informasi dan bersikap bijaksana dalam berinteraksi di dunia maya. Dengan pendidikan karakter yang kuat, siswa dapat menjadi individu yang bertanggung jawab, memiliki integritas, serta dapat beradaptasi dengan perubahan zaman yang cepat. Oleh karena itu, upaya untuk memperkuat pendidikan karakter di era digital ini merupakan langkah yang tidak bisa diabaikan.
Dalam konteks pendidikan karakter, para ahli sepakat bahwa dampak kemajuan teknologi dapat membawa tantangan yang serius. Menurut John Dewey, seorang pemikir pendidikan terkemuka, pendidikan karakter tidak hanya terdiri dari pembelajaran teori atau pengetahuan, tetapi juga melibatkan pengalaman langsung dan praktik nyata. Sayangnya, dengan maraknya penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, generasi muda cenderung kehilangan kemampuan untuk mengembangkan karakter positif seperti empati, kerja sama, dan integritas. Sebuah penelitian oleh Satura dan Rifayani (2024) menunjukkan bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan oleh siswa di depan layar (game online), semakin rendah tingkat mereka dalam hal keterampilan sosial dan kemampuan berempati. Oleh karena itu, sangat penting bagi lembaga pendidikan untuk mempertimbangkan secara serius bagaimana teknologi dapat digunakan secara efektif untuk mendukung pembentukan karakter siswa secara seimbang.
Pendidikan karakter sebagai upaya penting dalam membentuk generasi yang berkualitas telah menjadi sorotan utama dalam menghadapi kemajuan teknologi. Menurut penelitian yang dilakukan Jemmy dan Effendi (2024), integrasi teknologi dalam pembelajaran Pendidikan Agama di sekolah minggu dapat menjadi strategi inovatif untuk membentuk karakter Generasi Alfa. Dengan pendekatan kualitatif dan analisis tematik, pendidikan karakter melalui media teknologi yang sesuai dengan nilai-nilai Kristen menjadi kunci kesuksesan. Selain itu, strategi pembelajaran berbasis proyek juga diunggulkan sebagai sarana internalisasi nilai-nilai Kristen dan penumbuhkan empati serta tanggung jawab. Sementara itu, Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) turut berperan dalam membentuk karakter positif individu dan perilaku yang baik (D. Lestari dkk, 2024) . Lebih lanjut, kolaborasi strategi pembelajaran yang efektif, penggunaan teknologi, serta integritas nilai-nilai kewarganegaraan dalam mata pelajaran lain menjadi langkah penting dalam memastikan pendidikan karakter yang kuat untuk generasi masa depan. Dengan demikian, upaya mengintegrasikan pendidikan karakter dengan kemajuan teknologi membutuhkan pendekatan holistik dan kerjasama antara semua pihak terkait untuk mencapai hasil yang optimal.