Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Everybody Going Crazy

13 Oktober 2014   15:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:14 39 1
saya ragu melewati pintu ini. di atas kusen pintu ini tertulis "Modern". degup jantung saya tak melemah karena gugup dengan apa yang akan saya temui setelah melewati pintu yg bertuliskan "Modern" tersebut.

antrian belakang berteriak " Eh, Monyet ! cepetan dong! kalo gak masuk, jangan jadi patung disitu!!" saya hanya diam, menarik napas panjang dan menghembuskannya. makin lama antrian makin rusuh, terjadi dorong mendorong hingga tenaga saya habis untuk menahan. saya pun terbawa dan memasuki ruangan yang disebut Modern.

setelah melewati pintu, sebelah kiri saya tersedia makanan siap saji yang warna dan bentuknya menggugah selera. saya dekati, aromanya cukup membuat mulut saya memproduksi air liur dan meneguknya. tapi saya ragu.

sebelah kanan saya, tersedia berbagai macam baju dan celana. tapi yang membuat saya heran. baju dan celana itu agak kecil dari yang saya kenakan sekarang. saya melihat seorang gadis baru memasuki ruang Modern ini langsung mengambil celana pendek dan menggantinya didepan saya. tanpa ada rasa malu sedikit pun. setelah dia mengenakan baju yang terlihat lengan dan celana yang semua bentuk paha betisnya hampir terlihat. pendek sekali. gadis itu lalu makan, makanan cepat saji dengan lahap. setelah itu dia lurus kedepan untuk bersenang-senang.

didepan saya itu terdapat berbagai macam kesenangan. semua tertawa, suara musik yang saya belum pernah dengar bersuara kencang, minuman yang berbagai macam warna juga tersedia disana. dan yang membuat saya melotot. wanita hampir tanpa busana lalu lalang tanpa ada rasa malu sedikitpun. bukan hanya itu, ada segerombolan ibu yang mengenakan Jilbab tapi bentuk tubuh masih terbentuk. dadanya yang besar masih menonjol tertutup baju. setau saya, itu bukan Jilbab. jilbab dalam pengetahuan saya menutupi hampir seluruh tubuh dan pakaian yang dikenakan tidak membentuk anggota tubuh.

saya masih saja berdiri di pelataran. saya juga belum memutuskan saya hendak kemana. saya tak siap untuk menjadi modern.

tidak lama, saya melihat seorang Ustad melewati pintu. "Assalamualaikum Ustad" saya sontak menegurnya. tapi beliau hanya diam. beliau langsung menanggalkan peci-nya dan mengganti baju dengan kaos yang membentuk tubuhnya yang atletis. saya heran..

dibelakangnya menyusul Pendeta juga yang melakukan hal yg sama. Biksu? ataukah sudah terlebih dulu sebelum saya. jantung saya masih berdegup kencang. saya takut tidak bisa kembali jika saya menikmati sajian diruang Modern ini.

saya mencari-cari di pelataran, apakah ada Agama disana. terus saja mencari tanpa menghiraukan orang lalu lalang yang juga bingung melihat saya.

saya hampir prustasi, napas saya lelah dan pendek. tarik napas panjang agar lebih lega. ternyata Modern tidak menyediakan Agama. saya duduk lemas. Bagaimana saya kembali?!

saya mencoba tenangkan diri saya dengan duduk di depan layar besar yang memperlihatkan kegiatan di dalam sana. begitu banyak orang yang gila.

terus ada yang menegur saya, ada Agama disana nak. tapi sedikit, cobalah kesana. tapi adek harus melewati segala kesenangan ini. bukan hanya adek yang ingin agama. adek orang yang kesekian ingin kesana, tapi mereka selalu terhenti di area kesenangan dan ikut menjadi Gila. gila kuasa, gila wanita dan gila harta. jika adek sanggup. kesanalah, lewati kesenangan. jangan mencoba. terus saja jalan hingga menemui agama.

saya coba melewati kesenangan.

ada yang melempar batu kearah gedung yang bertuliskan "Gedung MPR". ada pula pasangan anak muda berciuman mesra di sebuah taman. ada pula gerombolan manusia berpakaian gaya muslim berteriak "Allahu Akbar". ada kata baru yang saya dengar "korupsi". banyak wanita mengenakan celana yang sangat pendek. dan yang paling membuat saya heran, hampir 100% orang disana selalu menundukan kepala melihat sebuah kotak kecil yang selalu di tekan oleh jempol mereka. apa itu!?

Ya Allah, dimana letak Agama. saya ingin kembali kepadaNya. Saya ingin keluar dari ruang modern ini segera. saya tak ingin menjadi gila seperti mereka. saya tak ingin lepas zikir sedikit pun sepanjang hari karena kesibukan. saya tak ingin mata saya ternoda dosa karena melihat aurat wanita yang kian mudah dilihat. saya tak ingin harta yang membawa saya menjadi gila.

saya ingin keluar! dan saya tak ingin gila.

hingga detik ini, saya masih terpesona dengan kesenangan. tapi saya belum gila :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun