Sejak 1964 yang kemudian dilanjutkan dengan kemenangan Pemilu pada 1971, Golkar telah menjelma menjadi partai besar di Indonesia. Tak hanya besar, Golkar juga terus mampu bertahan dan menjadi pilihan masyarakat di tengah kemunculan sejumlah partai baru yang dibentuk kader Golkar pasa runtuhnya Orde Baru (Orba). Namun, dalam realitas kekinian, partai berlambang beringin ini tengah menghadapi masalah serius.
Berdasarkan survey terbaru dari Cyrus Network yang dirilis Senin (15/12) siang, Golkar saat ini tengah miskin kader. Selain Agung Laksono dan Aburizal Bakrie, praktis Golkar tak punya kader menonjol yang kiprahnya besar dalam skala nasional.
Ketua DPP Partai Golkar versi Munas Ancol, Indra J Piliang, mengakui hal ini. “Karena sebenarnya Golkar ini kan dihidupkan oleh kapal selamnya. Ada SOKSI, MKGR, Kosgoro dan yang lainnya. Nah, hampir di seluruh sudut partai Golkar tidak bisa melahirkan kader,” kata Indra pasca pemaparan hasil Cyrus Network.
Zainudin Amali (ZA), politikus Partai Golkar mengamini Indra. ZA menilai bahwa Golkar terlalu lamban melakukan kaderisasi. Kelambanan ini pula yang membuat konflik di tubuh partai membesar. “Ini adalah konflik terbesar Golkar sepanjang sejarah. Kaderisasi terlalu lamban sehingga pilihannya sedikit. Harus cepat dibuat suatu program kaderisasi yang mampu memunculkan kader-kader berkualitas yang paham situasi, kondisi, dan peta politik di tiap tataran,” sarannya, Sabtu (20/12).
Ia juga berharap percepatan kaderisasi nantinya akan melahirkan kader yang siap untuk menghargai setiap perbedaan sikap maupun pandangan di tubuh partai. Lebih jauh ZA memprediksi jika tidak segera dilakukan percepatan kaderisasi, Golkar nantinya akan bernasib sama dengan PPP. “Baru pertama kalinya Golkar mengalami konflik sebesar ini. Jangan sampai nasibnya seperti partai lain,” tegasnya.
Sumber: zainudinamali.com