Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Cinta Kain Mori

17 April 2012   10:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:30 123 0
daun-daun luruh, ranting jatuh dan keyakinan rapuh. Amuk angin reda, lambat menyengat ketabahan di sejengkal malam yang sekarang rindu disulam

Senja telah hilang, malam ini pertengahan September seharusnya bulan purnama, bintang-bintang dan selaput putih susu bimasakti tertutup selimut kabut hitam, langit menumpahkan berhingga ton kubik air dari siang tadi. sesekali kilat dan halilintar di seantero penjuru menampakkan keangkerannya. keperkasaan alam yang tak dapat cerna oleh kekuatan ambisi anak adam.

terimakasih kekasih, aku menutup lembar-lembar kegamangan, ragaku rebah di pekuburan yang kau gali sesingkat ini. aku mengaku bisu pada janji yang pernah Tuhan tanya, mengapa ada luka?

Suara gemulai dedaunan basah dan gemerisik ranting-ranting di luar kamar kosnya seolah kidung perpisahan abadi antara ia dan segala yang dicintai di kota ini. kampusnya, ibu kos yang baik hati dan teman-teman terbaiknya, termasuk Tio kekasihnya. Zu merenung,  Dalam hitungan jam, ia akan meninggalkan semuanya. Ia melirik alroji gelangnya, "masih 5 jam lagi", batinnya bergolak,

aku melewati masa dimana jarum kompas menyucikan senyum pagi, membilasnya tanpa imbalan, untuk kita jadikan kudapan yang mengenyangkan sejuta harapan

Dua minggu yang lalu Ia masih sanggup menatap dua biji bola mata Tio tanpa bulir airmata meleleh dipipi, masih bisa menggenggam tangan kekarnya tanpa gemetar. Kini ia memulai harinya dengan berbeda, fokus dengan ikrar pada kenyataan diri bahwa cinta hanya angan-angan. Ada wanita lain yang lebih tepat mendampingi Tio, bukan dirinya.

kepedihan hanya sisik ikan yang lincah berenang di palung jantung. aku sampai pada puncak lereng dimana bedera putih terkibarkan, dua dunia yang ada mungkin hilang ditelan kura-kura

''Tio Sadewa namaku'', kalimat pertama yang terucap dibus kota siang itu. Tio datang dari dunia antah berantah. seolah malaikat, meninju beberapa anak berandalan yang menggangguku dengan karatenya. mulai detik itu imaginasiku meluruk kepeluknya. Tio seorang pemuda biasa penjual bunga disebuah gang sempit. Ia sempat mengecap bangku kuliah, sebelum orangtuanya bercerai, yang memaksanya berdikari.

dari arah mana kau datang, mata angin yang asing. di tepi heningku, kau menunjuk jalan pulang agar aku tak kuyup akan hujan.

Susah dikatakan bahwa hubungan kami baik-baik saja. Seiring waktu, Aku baru mengetahui, Tio mengalami trauma sosial yang susah disembuhkan. Masa lalu yang kelam membuatnya menjadi pribadi yang apatis dan ugal-ugalan, pemabuk, ngedrug dan berkelahi dengan kelompok lain adalah kesehariannya. Tio memiliki dua sisi yang membuat cintaku ingin merubah karakter semunya, agar kembali sebelum Ia mengalami krisis disorientasi jiwa. Tio yang bersahaja dan berbakti pada orang tuanya yang sakit-sakitan. Dan rasa tulusku menuai imbalan, cinta menemukan jalannnya, perlahan Tio berubah menjadi sosok sempurna di tiap mimpiku.

Dua minggu lalu dengan terbata Tio menceritakan aib yang membuat jiwaku goncang. Menghamili seorang gadis !!!. Untuk mempertanggungjawabkannya, Ia harus menikahi gadis itu.

kepada luka : luka serupa bah, meniadakan bangunan dengan didinding namamu, padahal payah aku melukisnya disitu, dengan tetes darah, rintik tawa yang tak hingga.

''Baiklah, mungkin kita bukan jodoh, Aku lelah. perjuanganku sia-sia, Aku pergi". kataku dengan emosi. Tio bungkam, tetap mematung ketika Zu berlari. Seumur hidup dua kali Ia merasa hidupnya hampa, saat ibunya pergi karena bercerai, dan saat ini. butuh keberanian sebesar gunung untuk menceritakan semuanya. Ia sangat mencintai Zu, dan menjunjung tinggi arti kejujuran. tetap saja dosa dan rasa malunya melebihi apapun.

Suara derum mobil disusul langkah kaki ke kamar kosnya menyadarkanku, oh, Aku tertidur. hari telah subuh. Santi teman satu kamarku masuk dengan raut sedih.

''Apa sudah kau pikirkan dengan matang?'', lebih dari lima kali Ia memastikan keputusanku pergi.

"Aku tak punya pilihan San, ini yang terbaik untuk semuanya, Aku sangat mencintainya lebih dari apapun, jika aku disini, Aku takkan sanggup bertahan", mataku mengembang. Santi memelukku tanpa kata-kata. Keputusanku sudah bulat, Aku harus pergi untuk melupakan luka.

waktu begitu geming, lebih memilih kelok dan jurang untuk merubahnya menjadi beberapa kematian

''Tidak ada yang bisa lari dari cintaku barang setapakpun'', Tiba-tiba Tio telah berdiri di ambang pintu, Aku gemetar. Dia tetap begitu tampan dan melakonlis. Sedetik Aku takjub akan pemandangan ini. Detik berikutnya urat-urat sadarku kembali ke posisinya.

"Mau apa Kau kesini?", suaraku tiba-tiba ketus, teringat wajah gadis yang entah lupa namanya tapi mematikan masa depanku.

''psstt..dengar dan lihatlah'', Tio berjalan ke arah DVD di depanku, menyalakan lalu sambil memasukkan flashdisk ke port yang ada. Ia melakukannya dengan ekspresi seperti seorang penjudi menang taruhan. Seperti terhipnotis Kami, terutama Aku bengong melihat layar LCD di depanku. Disitu ada adegan empat pemuda termasuk Tio dan satu orang gadis sedang mabuk, lalu adegan berikutnya diforward ke saat mereka melakukan aib, Oh, tunggu hanya seorang. yang ketiga kemana?. kembali Tio memforward adegan dimana Ia di gebuki dua orang temannya.

''Cukup'', Tio mematikan DVD, ''ini bukti CCTV di hotel saat itu, mulanya Aku dipaksa minum-minum, tanpa sadar dijebak seolah Akulah yang menghamili Febi, setelah dibius Aku ditelanjangi disebelah Febi, bukti ini Ku dapati dari Febi yang sadar dan rela mengakui semuanya demi ketulusan cinta kita". Ia rela aibnya terbuka demi kita dan membalas setimpal kepada pelaku yang sesungguhnya''. Sampai disini Aku tak pedulikan lagi ucapan Tio yang terus menjelaskan. Aku terus menghambur ke peluknya dengan tangis yang berbeda dari empat jam tadi.

seperti kerakap pada batu, kupeluk tubuhmu. jiwaku mekar, tanganku melingkar, enggan tersadar

Dari luar kamar dan dari jarak dua meter ada dua pasang mata yang terlepas dari kantungnya, airmata bahagia. airmata itu milik Febi yang tulus bersaksi, dan Santi yang tak percaya dengan keajaiban ini. Ia hanya mendengar rintih biola Sharon-The Corrs saat lagu Run Away sayup entah dari sudut mana.

Say it's true, there's nothing like me and you

I'm not alone, tell me you feel it too

And I would run away

I would run away, yeah..., yeah

I would run away

I would run away with you

Cause I am falling in love with you

No never I'm never gonna stop

Falling in love with you

Close the door, lay down upon the floor

And by candlelight, make love to me through the night

(through the night, through the night...)

Cause I have run away

I have run away, yeah..., yeah

I have run away, run away

I have run away with you

Cause I am falling in love (falling in love) with you

No never I'm never gonna stop

Falling in love with you...

With you...

And I would runaway

I would runaway, yeah..., yeah

I would runaway (runaway)

I would runaway with you

Cause I am falling in love (falling in love) with you

No never I'm never gonna stop

Falling in love with you...

Falling in love (falling in love) with you

No never I'm never gonna stop falling in love with you

# tidak ada alasan khusus memakai lirik The Corrs dibanding Run Away-nya Bon Jovi atau Run Away-nya Linkin Park, hanya karena pas lagu ini yang mampir ditelinga saat tulisan ini dibuat :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun