Menurut Didin, salah satu yang sering dijadikan alasan Perusahaan Asuransi TKI menolak klaim adalah sakit bawaan, padahal di Peraturan Menteri tidak ada satu pasalpun yang mengatur pengecualian sakit. "Asuransi TKI itu penuh tipu-tipu, terima pembelian preminya tapi tidak terima semua jenis resiko yang harus ditanggungnya, tulisan polisnya kecil-kecil sehingga bikin males dibaca dan ternyata banyak yang kontradiksi dengan peraturan menteri" Katanya
Analisa Didin, Menakertrans sudah tiga kali mengulang-ulang kesalahan kepada buruh migran dengan menerbitkan surat keputusan yang melimpahkan kewenangan Program Perlindungan Asuransi TKI kepada perusahan asuransi komersial. "Sesuai dengan amanat UU Nomor 39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, asuransi TKI itu adalah asuransi wajib, merujuk pada UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, asuransi wajib itu adalah asuransi sosial, seharusnya Menakertrans tidak melimpahkan pada perusahaan asuransi komersial, keputusan Otoritas Jasa Keuangan membuktikan asuransi komersial yang menjadi pelaksana asuransi TKI itu tidak amanah dan tidak melindungi buruh migran" Ketusnya
Diteruskan, pilihan layanan Jamkesda itu karena lebih mudah, jarak tempuhnya juga lebih dekat, terlebih saat ini seluruh pemerintah desa di Kabupaten Karawang memiliki mobil dinas yang disediakan untuk pelayanan masyarakat. Ia berharap pemerintah segera mengembalikan kebijakan asuransi TKI, dari komersial kepada asuransi sosial.
Didin menganalogikan kasus Saenah ini buah nangka, Konsorsium Proteksi TKI Â yang dapat nangkanya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) yang dapat getahnya.